Skip to content

IBEC FEB UI

Home » Artikel » Peran Status Syariah dalam Meningkatkan Brand Equity Perusahaan di Pasar Saham Indonesia: Analisis Jangka Panjang dan Implikasinya

Peran Status Syariah dalam Meningkatkan Brand Equity Perusahaan di Pasar Saham Indonesia: Analisis Jangka Panjang dan Implikasinya

Diulas Oleh: Muhammad Ivan Adrian Verardi (BI ‘23)

“Janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (jangan pula) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahui(-nya).”
Q.S. Al-Baqarah: 42

Judul Artikel: Sharia vs non-sharia compliant: which gives much higher financial-based brand equity to the companies listed in the Indonesian stock market?
Penulis:
Sri Rahayu Hijrah Hati, Muhammad Budi Prasetyo, dan Nur Dhani Hendranastiti
Tahun: 2021
Jurnal: Journal Of Islamic Marketing Vol. 14 No. 9 2023
Publisher: Emerald Insight
ISSN: 1759-0833
DOI: 10.1108/JIMA-08-2021-0251

Pendahuluan

Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara, termasuk Indonesia. Sebagai instrumen keuangan yang strategis, pasar modal berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan perusahaan dengan investor yang menyediakan akses terhadap sumber pendanaan jangka panjang. Bagi perusahaan, mencatatkan saham di bursa efek merupakan langkah strategis yang dapat memberikan berbagai manfaat. Selain mendapatkan akses terhadap modal yang lebih besar untuk mendukung ekspansi usaha atau inovasi produk, menjadi perusahaan terbuka juga berpotensi meningkatkan citra dan reputasi perusahaan di mata masyarakat serta para pemangku kepentingan. Hal ini memberikan kepercayaan lebih kepada konsumen, mitra bisnis, dan calon investor sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Di Indonesia, perusahaan yang terdaftar di pasar modal terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu perusahaan yang mematuhi prinsip syariah dan perusahaan non-syariah. Pasar modal syariah sendiri merupakan bagian integral dari ekosistem pasar modal di Indonesia yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan investasi masyarakat Muslim maupun investor lainnya yang mengutamakan prinsip etika dan keberlanjutan. Perusahaan syariah wajib mematuhi prinsip-prinsip yang diatur dalam syariah Islam, seperti tidak terlibat dalam aktivitas yang bertentangan dengan hukum Islam seperti riba, perjudian, atau produksi barang-barang yang termasuk dalam kategori haram.

Keberadaan pasar modal syariah menjadi daya tarik tersendiri, tidak hanya bagi investor Muslim tetapi juga bagi kalangan yang peduli terhadap konsep investasi berkelanjutan dan bertanggung jawab (responsible investment). Pasar modal syariah dianggap memiliki keunggulan, karena selain memadukan prinsip-prinsip Islam, juga menawarkan stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan pasar modal konvensional. Hal ini disebabkan oleh pendekatan kehati-hatian yang diterapkan, seperti pembatasan terhadap rasio utang dan larangan terhadap spekulasi yang berlebihan. Dengan semakin meningkatnya kesadaran global akan pentingnya investasi yang etis dan berkelanjutan, pasar modal syariah di Indonesia memiliki peluang besar untuk terus berkembang. Perkembangan ini tidak hanya berkontribusi terhadap pertumbuhan sektor keuangan Islam, tetapi juga menjadi katalisator dalam memperkuat perekonomian nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu, penguatan regulasi, edukasi masyarakat, serta inovasi produk syariah menjadi langkah strategis untuk mendorong partisipasi lebih luas dari berbagai kalangan investor, baik lokal maupun internasional.

Dalam penelitian ini, fokus utama adalah membandingkan brand equity berbasis keuangan antara perusahaan syariah dan non-syariah. Brand equity yang merujuk pada nilai tambah yang melekat pada nama, citra, dan reputasi merek perusahaan merupakan salah satu aset tidak berwujud yang dapat memengaruhi kinerja jangka panjang perusahaan. Pertanyaan utama yang ingin dijawab adalah apakah status syariah berkontribusi signifikan terhadap peningkatan brand equity perusahaan, terutama dalam konteks pasar saham Indonesia. Penelitian ini menggunakan data dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama lima tahun untuk memberikan gambaran mendalam tentang dampak status syariah terhadap brand equity. Brand equity adalah aset tidak berwujud yang mencerminkan nilai tambah yang diberikan oleh merek kepada produk atau layanan suatu perusahaan. Menurut Aaker (1991), brand equity terdiri dari empat komponen utama, yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality), dan loyalitas merek (brand loyalty). Brand equity yang kuat dapat memberikan berbagai manfaat bagi perusahaan, seperti meningkatkan harga jual produk, memperluas pangsa pasar, meningkatkan loyalitas pelanggan, dan mengurangi sensitivitas terhadap tindakan pesaing.

Dalam konteks keuangan, Financial-Based Brand Equity (FBBE) digunakan untuk mengukur brand equity berdasarkan data keuangan perusahaan dan data pasar saham. Metode ini dianggap lebih objektif dibandingkan pendekatan berbasis konsumen karena mencerminkan dampak merek pada kinerja keuangan perusahaan secara langsung. Sementara itu, pasar modal syariah adalah platform perdagangan saham yang mematuhi prinsip-prinsip syariah. Prinsip utama dalam pasar modal syariah meliputi larangan terhadap riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian). Di Indonesia, perusahaan yang ingin masuk ke Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) harus memenuhi dua kriteria utama yaitu : 

  1. proporsi utang berbasis bunga terhadap total aset tidak lebih dari 45%, dan
  2. pendapatan dari aktivitas non-halal tidak boleh melebihi 10% dari total pendapatan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan data dari 561 perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia selama periode 2014 hingga 2018. Dari jumlah tersebut, 349 perusahaan termasuk dalam kategori syariah, sementara 212 sisanya adalah perusahaan non-syariah. Data diambil dari laporan keuangan perusahaan, data pasar saham, dan informasi lain yang relevan. Untuk memastikan analisis yang akurat, penelitian ini mengecualikan perusahaan dari sektor keuangan karena sifat bisnis dan laporan keuangan mereka berbeda dari perusahaan non-keuangan.

Brand equity diukur menggunakan metode FBBE yang dikembangkan oleh Simon dan Sullivan (1993). Metode ini menggabungkan informasi dari laporan keuangan perusahaan dan data pasar saham untuk menghitung nilai aset tidak berwujud perusahaan, termasuk brand equity. Metode ini melibatkan perhitungan Tobin’s Q, yang merupakan rasio antara nilai pasar perusahaan terhadap biaya penggantian aset perusahaan. Rasio ini digunakan untuk menentukan nilai aset tidak berwujud, termasuk brand equity. Selain itu, analisis dilakukan untuk membandingkan brand equity perusahaan sebelum dan setelah masuk ke ISSI, serta untuk melihat perbedaan antara perusahaan syariah dan non-syariah dalam jangka panjang.

Hasil Penelitian

Perbandingan Brand Equity Perusahaan Syariah dan Non-Syariah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara rata-rata, perusahaan syariah memiliki brand equity yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan non-syariah dalam jangka panjang. Perusahaan syariah menunjukkan rata-rata rasio Tobin’s Q sebesar 1,55, dibandingkan dengan 1,42 pada perusahaan non-syariah. Hal ini mencerminkan persepsi positif pasar terhadap perusahaan yang mematuhi prinsip syariah, yang sering dianggap lebih etis, stabil, dan terpercaya. Dalam lima tahun pengamatan, brand equity perusahaan syariah terus menunjukkan peningkatan yang signifikan, sementara perusahaan non-syariah cenderung memiliki brand equity yang lebih stabil namun tidak sebesar perusahaan syariah.

Sumber: https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/jima-08-2021-0251/full/html 

Namun, perbedaan ini tidak signifikan dalam jangka pendek, yaitu dalam dua kuartal pertama setelah perusahaan masuk ke ISSI. Sebagai contoh, penelitian ini menemukan bahwa rata-rata brand equity sebelum perusahaan masuk ke ISSI adalah 0,516, sementara setelah masuk ke ISSI, rata-rata meningkat menjadi 0,521. Dengan kata lain, dampak positif dari status syariah membutuhkan waktu untuk terealisasi sepenuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa brand equity adalah aset yang harus dibangun secara konsisten melalui strategi pemasaran dan keuangan yang terintegrasi.

Analisis Berdasarkan Sektor Industri

Sumber: https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/jima-08-2021-0251/full/html 

Penelitian ini juga menemukan bahwa sektor perdagangan dan pelayanan memiliki brand equity tertinggi dibandingkan sektor lain. Rata-rata brand equity pada sektor ini mencapai 0,716, yang jauh lebih tinggi dibandingkan sektor properti dan real estate yang hanya memiliki rata-rata brand equity sebesar 0,505. Produk-produk dalam sektor ini dikonsumsi langsung oleh individu dan terkait erat dengan kebutuhan sehari-hari, sehingga memiliki pasar yang luas. Selain itu, perusahaan dalam sektor ini cenderung lebih aktif dalam kegiatan pemasaran untuk memperkuat citra merek dan meningkatkan hubungan dengan konsumen.

Sebaliknya, sektor seperti properti dan infrastruktur memiliki brand equity yang relatif lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh karakteristik sektor yang lebih berorientasi pada proyek dan bisnis antar perusahaan (business-to-business), sehingga interaksi langsung dengan konsumen tidak sebesar di sektor barang konsumsi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Equity

Beberapa faktor utama yang memengaruhi brand equity perusahaan syariah meliputi:

  1. Kepercayaan Konsumen: Status syariah memberikan kepercayaan tambahan kepada konsumen karena perusahaan dianggap mematuhi prinsip-prinsip etis dan keberlanjutan.
  2. Aktivitas Pemasaran: Perusahaan yang aktif melakukan pemasaran, terutama di sektor barang konsumsi, cenderung memiliki brand equity yang lebih tinggi. Sebagai contoh, perusahaan dengan pengeluaran iklan sebesar 1,9% dari nilai perusahaan menunjukkan peningkatan signifikan dalam brand equity mereka.
  3. Kinerja Keuangan: Perusahaan dengan kinerja keuangan yang baik lebih mampu berinvestasi dalam kegiatan pemasaran dan inovasi, yang pada gilirannya meningkatkan brand equity. Rata-rata biaya R&D di perusahaan Indonesia hanya mencapai 0,007% dari nilai perusahaan, yang mencerminkan rendahnya tingkat inovasi dibandingkan negara maju.

Implikasi Jangka Panjang

Dalam jangka panjang, perusahaan syariah yang berhasil membangun brand equity tinggi cenderung lebih kompetitif di pasar saham. Hal ini terlihat dari peningkatan penilaian investor terhadap saham-saham syariah, terutama di sektor-sektor yang berorientasi konsumen. Dengan meningkatnya popularitas investasi etis dan bertanggung jawab, status syariah dapat menjadi keunggulan strategis yang memperkuat posisi perusahaan di pasar.

Pembahasan

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diartikan bahwa status syariah memiliki pengaruh dalam strategi untuk meningkatkan brand equity perusahaan, terutama dalam konteks pasar saham Indonesia yang mayoritas investornya adalah Muslim. Status syariah tidak hanya memberikan keunggulan kompetitif dalam hal citra, tetapi juga mencerminkan komitmen perusahaan terhadap prinsip-prinsip etis dan keberlanjutan.

Namun, dampak positif dari status syariah tidak langsung dirasakan dalam waktu singkat. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan jangka panjang dalam membangun brand equity. Perusahaan perlu mengintegrasikan strategi pemasaran dan keuangan untuk menciptakan nilai yang berkelanjutan. Pemasaran dapat membantu membangun citra positif dan meningkatkan hubungan dengan konsumen, sementara keputusan keuangan strategis seperti masuk ke indeks syariah, memberikan dorongan terhadap kepercayaan investor dan meningkatkan daya tarik perusahaan di mata publik. Oleh karena itu, pengelolaan yang konsisten antara fungsi pemasaran dan keuangan menjadi kunci untuk menciptakan nilai yang signifikan dan bertahan lama. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perusahaan yang aktif dalam inovasi dan pemasaran memiliki peluang lebih besar untuk memperkuat brand equity mereka. Misalnya, alokasi pengeluaran untuk iklan yang lebih tinggi cenderung berkorelasi positif dengan peningkatan brand equity. Selain itu, penting bagi perusahaan untuk memperhatikan isu-isu terkait keberlanjutan dan kesadaran sosial, terutama di sektor barang konsumsi, karena hal ini menjadi perhatian utama bagi konsumen modern.

Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status syariah berperan penting dalam meningkatkan brand equity berbasis keuangan perusahaan, terutama di pasar saham Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Meskipun dampaknya tidak langsung terlihat dalam jangka pendek, perusahaan syariah mampu menunjukkan keunggulan signifikan dalam jangka panjang berkat citra positif yang terbentuk melalui penerapan prinsip-prinsip etis dan keberlanjutan. Selain itu, sektor industri yang berorientasi pada konsumen, seperti perdagangan dan pelayanan, memiliki potensi brand equity yang lebih tinggi dibandingkan sektor lain, seperti properti dan infrastruktur. Faktor-faktor utama yang mendukung peningkatan brand equity mencakup kepercayaan konsumen, aktivitas pemasaran yang aktif, serta kinerja keuangan yang baik. Dalam jangka panjang, perusahaan yang secara konsisten mengintegrasikan strategi pemasaran dan keuangan memiliki peluang besar untuk menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan. Seiring dengan meningkatnya minat pada investasi berbasis etika, status syariah menjadi keunggulan strategis yang tidak hanya memperkuat citra perusahaan, tetapi juga meningkatkan daya saingnya di pasar saham. Penelitian ini menekankan pentingnya pendekatan yang menyeluruh, dengan memadukan prinsip syariah, inovasi, dan strategi pemasaran, untuk membangun brand equity yang kokoh dan berkelanjutan.