Oleh: Muhammad Sultan Al-Fajri dan Mutiara Dhane, Departemen Kajian IBEC FEB UI 2022
Ketika suatu Bank Syariah memiliki kelebihan dana, daripada dana tersebut dibiarkan menganggur tidak digunakan, akan lebih bermanfaat untuk digunakan sebagai investasi oleh Bank Syariah. Bank Syariah dapat berperan sebagai investor yang meminjamkan dana. Bank Syariah dapat memilih Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai investasinya. SWBI pada bulan April tahun 2008, diganti menjadi SBI Syariah. SBI Syariah atau Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah bukti penitipan dana kepada Bank Indonesia oleh Bank Syariah. Surat berharga ini berdasarkan pada prinsip syariah yang memiliki jangka waktu yang pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI dengan waktu antara 1 sampai 12 bulan. SBI Syariah menjadi instrumen Investasi yang aman dan tidak ada risiko, karena dana titipan tersebut akan dikembalikan oleh BI dan tidak diperjualbelikan di pasar sekunder. Namun pemegang SBI Syariah dapat dikenai sanksi bila membatalkan transaksi pembelian SBI Syariah dan menarik dananya dari Bank Indonesia. Bank Syariah yang menitipkan dananya kepada BI akan memperoleh manfaat berupa imbalan yang diberikan oleh BI.
Perbedaan antara SBI Syariah dengan SBI Konvensional adalah penerapan prinsip syariah pada SBI Syariah. SBI Syariah membantu Bank-bank Syariah yang ingin berinvestasi pada SBI dengan tanpa adanya praktek yang melanggar syariat Islam. Penerbitan ini untuk meningkatkan keefektifan pelaksanaan pengendalian moneter yang berdasarkan pada prinsip syariah dari operasi pasar terbuka.
Pinjam-meminjam dengan bunga atau riba adalah haram hukumnya dalam Islam, sedangkan investasi SBIS tidak memiliki bunga. Sedangkan pinjam-meminjam dan kedua belah pihak mendapat bagi hasil atas suatu usaha, hukumnya halal. SBIS tidak membagi hasil dan bagi pemberi pinjaman tidak boleh menarik dana pinjaman sembarangan, ada denda yang telah diatur dalam peraturan bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional (DSN).
SBIS menggunakan akad ju’alah yang berarti janji Bank Indonesia kepada para pemegang SBIS untuk memberikan imbalan tertentu sebagai kegiatan penitipan dana yang telah ditentukan. Satuan unitnya adalah sebesar Rp. 1.000.000,00 dan berjangka paling rendah 1 bulan dan paling lama sampai 12 bulan. SBIS diterbitkan melalui lelang dengan tanpa warkat, SBIS juga dapat diterbitkan dengan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah serta SBIS tidak diperjualbelikan di pasar sekunder.
Para pihak yang dapat melakukan investasi menggunakan SBIS adalah para Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah atau pialang dengan bertindak atas nama Bank Umum Syariah atau bertindak atas nama Unit Usaha Syariah. Pembatalan lelang dan transaksi SBIS terjadi jika Bank Indonesia membatalkan transaksi tersebut, transaksi SBIS yang dinyatakan batal adalah ketika saldo rekening surat berharga dan giro dari Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah di Bank Indonesia tidak cukup untuk melakukan transaksi.
Pembatalan transaksi SBIS memberikan sanksi kepada Bank Umum Syariah (BUS) atau Usaha Unit Syariah (UUS) yang berupa teguran secara tertulis, membayar satu per seribu dihitung dari besarnya nilai transaksi yang dibatalkan tersebut. BUS atau UUS yang terkena sanksi juga dapat diberhentikan atau dilarang sementara untuk mengikuti lelang SBIS pada minggu berikutnya serta dilarang mengajukan Repo SBIS sampai lima hari kerja yang dimulai dari teguran tertulis ketiga dalam kurun waktu enam bulan.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan SBI Syariah dari DSN dijelaskan bahwa Bank Indonesia wajib memberikan imbalan kepada Bank Syariah yang memegang SBI Syariah. Namun terdapat beberapa pihak yang berpendapat bahwa jika bank syariah mengharapkan imbalan atas pembelian SBI Syariah, maka imbalan tersebut termasuk dalam praktek riba. Sedangkan investasi syariah harus jauh dari riba dalam berbagai jenisnya.
Di dalam ekonomi Islam dikenal kaidah al-ghunm bi al-ghurm dan sebagian besar kerap disandingkan dengan kaidah al-kharāj bi al-ḍamān. Kaidah al-ghunm bi al-ghurm memiliki makna profit muncul bersama risiko atau risiko itu menyertai manfaat. Maksud dari kaidah al-ghunm bi al-ghurm ialah bahwa seseorang yang memanfaatkan sesuatu harus menanggung risiko. Menurut ‘Umar Abdullah al-Kamil, makna yang tersirat dari kaidah ini adalah barang siapa yang memperoleh manfaat dari sesuatu yang dimanfaatkannya maka ia harus bertanggung jawab atas dharāratau ghurm serta ḍamān yang akan terjadi (al-Kamil t.t).
Selain itu terdapat juga kaidah al-Kharaj bi al-daman sebagai turunan dari kaidah al-ghunm bi al-ghurm, yakni segala apa yang keluar dari sesuatu, baik berupa pekerjaan, manfaat maupun benda-benda seperti buah dari pohon, susu dari kambing dan sebagainya, dan kesemuanya adalah menjadi milik dari yang menanggungnya, sebab kalau ada kerugian, maka ia pula yang menanggungnya. Sedangkan menurut A. Djazuli, arti asal al-kharāj adalah sesuatu yang dikeluarkan baik manfaat benda maupun pekerjaan, seperti pohon mengeluarkan buah atau binatang mengeluarkan susu (Djazuli 2006). Sedangkan al-ḍamān adalah ganti rugi
Menurut Fatwa DSN MUI Nomor 64 tahun 2007, Bank Indonesia akan memberikan ju’l atau imbalan atas jasa bank syariah dalam membantu terjalannya kebijakan moneter melalui pembelian SBIS. Secara teknis, Bank Indonesia bertindak sebagai pemberi pekerjaan (ja’il), bank syariah sebagai penerima pekerjaan (maj’ul lah), dan objek akadnya (mahall aqad) adalah partisipasi bank syariah dalam membantu BI untuk mewujudkan stabilitas moneter. Bank Indonesia juga berhak untuk mengenakan denda kepada bank syariah apabila bank syariah menarik dananya sebelum jatuh tempo.
Investasi hanya boleh dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan keuangan syariah Islam yaitu tidak mengandung riba. Untuk sistem perekonomian Indonesia saat ini, berdasar UU Pasar Modal hanya meliputi beberapa hal, yaitu instrumen saham yang sudah melalui penawaran umum, pembagian dividen didasarkan pada tingkat laba usaha; penempatan dalam deposito pada Bank Umum Syariah; surat hutang jangka panjang berupa obligasi maupun surat utang jangka pendek yang telah lazim diperdagangkan di antara lembaga keuangan syariah, termasuk jual beli hutang (bai’ ad-dayn):17 dengan segala kontroversinya.
Investasi juga hanya dapat dilakukan pada efek-efek yang diterbitkan oleh pihak (emiten) yang jenis kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah Islam seperti usaha perjudian, permainan yang tergolong judi, perdagangan yang dilarang seperti usaha keuangan konvensional (ribawi), asuransi konvensional, bank konvensional usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram, usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta menyediakan barang-barang jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
Islam tidak melarang investasi, Islam mendukung investasi untuk mengelola sumber daya yang ada dan menjadikannya produktif dan bermanfaat. Daripada dana yang tersedia hanya tersimpan saja, akan lebih baik jika dana tersebut disalurkan untuk hal yang baik. Namun investasi yang tidak sesuai dengan syariat Islam adalah haram dan tidak boleh dilakukan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa SBI Syariah sebagai salah satu instrumen investasi Bank Syariah telah dijalankan berdasarkan arahan dari Fatwa DSN MUI mengenai SBI Syariah memberlakukan sanksi apabila terdapat pembatalan transaksi pembelian SBI Syariah atau pun menarik dananya dari Bank Indonesia serta Bank Syariah yang menitipkan dananya kepada BI akan memperoleh manfaat berupa imbalan yang diberikan oleh BI karena menggunakan akad ju’alah.
Referensi
Adinugraha, H. (2017). Penerapan Kaidah al-Ghunm bi al-Ghurm dalam Pembiayaan Mushārakah pada Perbankan Syariah. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, 8(1), 81–102. doi:https://doi.org/10.21580/economica.2017.8.1.1827
al-Kamil, Umar Abdullah. t.t. al-Qawā‘id al-Fiqhiyyah al-Kubrā wa Āthāruhā fi al-Mu‘āmalāt al-Māliyyah.Mesir: Jāmi’ah al-Azhar al-Syarīf.
Djazuli, A. 2006. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Masalah-Masalah yang Praktis.Jakarta: Kencana.
Fatwa Dewan Syariah Nasional №64/DSN-MUI/XII/2007 Tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah (SBIS Ju’alah).
https://tafsirq.com/fatwa/dsn-mui/sertifikat-bank-indonesia-syariah-jualah-sbis-jualah
Sakinah. (2014). INVESTASI DALAM ISLAM. (Vol.1) https://media.neliti.com/media/publications/90674-ID-investasi-dalam-islam.pdf
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/ 11 /PBI/2008 TENTANG SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH https://www.bi.go.id/id/publikasi/peraturan/Documents/27d5d8541f9b4b6b9f926ed7b296ed9bpbi_101108.pdf
Tim Informasi Hukum, Direktorat Hukum. (2008). PERATURAN BANK INDONESIA NO. 10/11/PBI/2008 SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH https://www.bi.go.id/id/publikasi/peraturan/Pages/pbi_101108.aspx