Skip to content

IBEC FEB UI

Home » Artikel » Setting Aside Money for Future Preparation

Setting Aside Money for Future Preparation

  • I-Book

Oleh: Adinda Primalis Hidayati (Bisnis Islam 2021) dan Sa’adah Laesaniah (Ilmu Ekonomi Islam 2021), Staf Departemen Kajian IBEC FEB UI 2022

Dalam keseharian, pasti kita sering bertemu situasi di mana kita harus mengatur dan menggunakan uang kita. Dalam Islam, kita diajarkan untuk berbuat bijak dengan harta kita. Rasulullah SAW. juga menganjurkan kita untuk menyisihkan sebagian harta kita untuk persiapan masa depan yang terdapat dalam hadits yang berbunyi:

“Simpanlah sebagian dari harta kamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (HR. Bukhari).

Ada satu kisah dari Nabi Yusuf terkait dengan investasi. Ia memiliki kecerdasan mengungkapkan takwil mimpi. Suatu ketika Raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor lembu yang kurus memakan tujuh ekor lembu yang gemuk. Dalam mimpinya, Raja juga melihat tujuh tangkai gandum hijau dan tujuh tangkai gandum kering. Raja Mesir pun memanggil para tukang ramal untuk menafsirkan mimpi tersebut namun tidak ada yang berhasil. Kemampuan yang dimiliki Yusuf itu mengantarkannya menjadi satu-satunya orang yang dapat menafsirkan mimpi tersebut bahkan Yusuf bersedia memberikan saran dan solusi atas arti mimpi sang raja.

Nabi Yusuf berkata “Mesir akan mengalami masa subur selama tujuh tahun dan mengalami paceklik selama tujuh tahun.” Lalu Yusuf memberikan saran “hendaklah kamu bercocok tanam selama tujuh tahun sebagaimana biasanya. Apa yang kalian panen tetaplah kamu biarkan bulirnya. Dan sisakanlah sedikit untuk kalian makan.” Mimpi Raja tersebut menjadi kenyataan. Penduduk Mesir diperintahkan untuk menyimpan hasil panen gandum dengan baik. Makan sedikit-sedikit dari hasil tersebut dan tidak berlebihan untuk menjaga ketersediaan pangan. Alhasil, ketika kemarau panjang melanda, Mesir menjadi negeri paling subur di masanya dengan persediaan pangan yang melimpah.

Kisah tersebut mengisyaratkan filosofi tentang investasi yang relevan pada masa sekarang. Dalam aplikasinya, manusia akan mengalami siklus kehidupan masa produktif dan nonproduktif yang dianalogikan sebagai masa subur dan masa paceklik pada cerita Nabi Yusuf. Ketika sedang berada di fase kemakmuran, kita dianjurkan untuk menyisihkan sebagian apa yang dimiliki untuk dijadikan cadangan dan antisipasi pada masa yang akan datang. Kita harus khawatir dengan kondisi generasi saat ini yang lemah, terutama lemah secara finansial. Oleh sebab itu, kita perlu berikhtiar untuk mempersiapkan generasi yang melek finansial dengan cara mengenalkan investasi syariah sedini mungkin.

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) sendiri mendefinisikan investasi sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan. Mungkin, sebagian orang masih memiliki kekhawatiran dalam berinvestasi karena takut mengenai halal atau tidaknya investasi yang akan dipilih. Atas masalah tersebut, terdapat solusi yang ditawarkan, yaitu investasi berbasis syariah. Investasi berbasis syariah yaitu investasi yang mekanisme dan operasionalnya sesuai dengan prinsip hukum islam. Prinsip hukum syariah dan operasional investasi berbasis syariah ini dinaungi oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) lewat fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).

Dalam berinvestasi syariah, ada beberapa hal yang perlu kita hindari agar sesuai dengan ketentuan syariah dan nilai-nilai ajaran islam. Islam tentunya membuat peraturan dan hukum untuk melindungi manusia dan demi kemaslahatan bersama. Adapun, hal-hal yang perlu dihindari ini juga sudah diatur secara khusus oleh fatwa DSN-MUI No.80/DSN-MUI/III/2011. Di antaranya yaitu:

  1. Gharar atau ketidakpastian, dimana terdapat ketidakpastian akan suatu akad, baik dalam hal kualitas, kuantitas, ataupun penyerahan objek akad. Contohnya yaitu ketika membeli anak sapi yang masih berada di dalam kandungan.
  2. Riba, yaitu tambahan yang dibebankan dalam pertukaran barang-barang ribai (al-amwal al-ribawiyyah) dan tambahan biaya yang dibebankan kepada peminjam hutang dari pemberi hutang.
  3. Batil, yaitu kegiatan jual beli yang tidak dibenarkan dalam syariat islam.
  4. Bai ma’dum, yaitu melakukan jual beli atas barang yang objeknya tidak ada. Dalam istilah lain, kegiatan jual beli dimana penjual tidak atau belum memiliki objek yang dijualnya.
    عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنْ السُّوقِ فَقَالَ لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ (رواه الخمسة)
    Dari Hakim bin Hizam ra, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku ingin membeli sesuatu yang tidak aku miliki, apakah boleh aku membelikan untuknya dari pasar?
    Beliau bersabda, ‘Janganlah engkau menjual apa yang tidak engkau miliki.’ (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, & Imam Ahmad bin Hambal).
  5. Taghrir, yaitu upaya mempengaruhi orang lain dengan kebohongan, baik melalui ucapan maupun tindakan, agar orang mendorong orang lain untuk melakukan transaksi.
  6. Ghabn, yaitu ketidakseimbangan antara dua barang (objek) yang dipertukarkan dalam suatu akad, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
  7. Tadlis dan/ghishsh, tadlis yaitu perbuatan menyembunyikan kecacatan objek akad yang akan dijual oleh penjual untuk menipu pembeli agar pembeli tidak menyadarinya dan kemudian membelinya agar objek akad bisa terjual. Ghishsh merupakan bagian dari tadlis, yaitu ketika penjual menjelaskan keunggulan ataupun keistimewaan barang yang dijual dengan menyembunyikan kecacatannya juga.
  8. Maksiat dan zalim, yaitu perbuatan yang merugikan orang lain, mengambil dan menghalangi hak orang lain sehingga tidak dibenarkan secara prinsip syariah. Hal ini juga dapat dianggap sebagai penganiayaan dan kejahatan terhadap orang lain.

Sebelum memilih instrumen apa yang akan digunakan untuk berinvestasi syariah, kita perlu mengenal dahulu jenis-jenis dari investasi syariah. Investasi terbagi dua, yaitu investasi pada real assets dan financial assets. Investasi pada real assets yaitu investasi yang berwujud fisik, seperti tanah, properti, emas, dan sebagainya. Sedangkan, investasi pada financial assets yaitu berbentuk surat-surat berharga yang diterbitkan oleh penerbitnya masing-masing, seperti pasar uang dan pasar modal berupa reksadana, obligasi, saham, dan sebagainya. Saat ini, mulai banyak investor di Indonesia yang memilih untuk berinvestasi di financial asset. Untuk memahami lebih lanjut mengenai financial assets berbasis syariah, dapat dipahami melalui architecture of financial system seperti gambar yang ada di bawah.

Gambar 1. Architecture of Financial System (Sumber: Arundina dan Rulindo, 2022)

Perlu diketahui dalam financial market, cara suatu pihak untuk menarik dana dari pihak lain, bisa dilakukan secara tanpa perantara (direct) maupun menggunakan perantara (indirect). direct financial market berarti bahwa seseorang telah mengetahui kedalam proyek apa dia berinvestasi. Ketika seseorang membeli saham, maka dia sudah tentu mengetahui bahwa Ia akan membeli suatu saham tertentu. Sedangkan pada indirect financial market, seorang mewakilkan pada satu pihak lain untuk menginvestasikan harta mereka kepada suatu proyek atau produk investasi tertentu. Saat seseorang membeli asuransi, mereka akan membayarkan premi asuransi tersebut setiap bulan. Kemudian pihak asuransi akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam beberapa instrumen di financial market untuk menjaga agar nilai uang tadi bertumbuh dan terjaga, sehingga mereka mampu membayarkan klaim asuransi dari pembayar premi dan memperoleh keuntungan. Instrumen keuangan islam sejatinya sama seperti yang ada pada sistem keuangan konvensional. Hanya saja menggunakan akad yang sesuai dengan prinsip syariah.

Setelah mengetahui beberapa jenis investasi syariah di atas, mungkin Anda tertarik untuk mulai berinvestasi pada instrumen investasi yang berbasis syariah. Tetapi sebelum memilih instrumen investasi syariah, kita perlu mengetahui cara-cara untuk menghindari investasi bodong ataupun penipuan berkedok investasi syariah. Ada cara yang dapat dilakukan untuk menghindari hal itu. Caranya yaitu dengan mengetahui dengan mendalam terlebih dahulu tentang investasi yang akan dan sedang kita lakukan. Kita perlu memastikan bahwa investasi tersebut telah memiliki izin dan legalitas dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) jika instrumen investasi yang kita pilih berbentuk aset finansial. Selain itu, kita juga perlu berpikir logis ketika dijelaskan mengenai keuntungan dari investasi yang ditawari oleh seseorang ataupun perusahaan. Kita perlu memahami bahwa investasi bersifat fluktuatif (naik turun) dan juga mustahil untuk menghasilkan keuntungan besar berkali-kali lipat dari modal atau investasi yang kita berikan dengan waktu yang singkat.

Kebanyakan investasi bodong menjanjikan keuntungan besar berkali-kali lipat dari modal yang diberikan dengan waktu singkat. Selain itu, banyak terdapat kasus investasi bodong syariah, dimana penipu menggembor-gemborkan bahwa investasi yang mereka tawarkan adalah investasi syariah, padahal mereka berniat untuk menipu. Hal ini tentunya tidak wajar dan perlu diwaspadai. Sebelum berinvestasi, kita perlu mencari tahu sedalam-dalamnya. Jangan sampai, kita mudah percaya dan langsung berinvestasi hanya karena perkataan bahwa investasi tersebut adalah investasi berbasis syariah ataupun dijanjikan untuk mendapatkan imbal hasil yang besar dalam waktu yang singkat. Contoh kasus penipuan investasi bodong berkedok syariah yang menipu bahwa mereka dapat memberikan imbal hasil yang tinggi yaitu kasus Yalsa Boutique, usaha konveksi penjualan busana muslim di Aceh yang dimiliki oleh sepasang suami istri. Usaha ini diduga telah menghimpun dana investasi sebanyak Rp 164 miliar dari 17.800 member tanpa mendapatkan izin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Investasi ini dihimpun dari masyarakat dengan iming-iming pembagian keuntungan dari hasil penjualan busana muslim CV Yalsa Boutique sebesar 30% sampai dengan 50%. Hal yang janggal yaitu para investor tidak boleh mengambil dana yang sudah diinvestasikan dalam kurun waktu enam bulan. Pada awalnya, memang dana berhasil diambil. Tetapi, memasuki 2021 dana menjadi tidak bisa dan tidak boleh diambil, bahkan dianggap hangus. Hal ini tentunya merugikan para investor. Oleh karena itu, sebelum berinvestasi, perlu adanya ketentuan hukum yang jelas dan telah mendapat izin dari OJK. Jangan sampai kita teriming-imingi bagi hasil dengan jumlah besar yang tidak wajar dan berkedok muslim, agama, ataupun syariah. Kita tetap perlu mencari tahu sedalam mungkin sebelum memutuskan untuk berinvestasi.

Investasi sangat dianjurkan dalam Islam sebab dengan melakukan investasi, harta yang kita miliki akan menjadi produktif dan mendatangkan banyak manfaat baik dari bagi pertumbuhan ekonomi atau masyarakat secara luas. Kondisi keuangan syariah yang terus berkembang hingga saat ini tentu akan memberikan prospek atau potensi yang cerah untuk masa depan bagi berbagai instrumen syariah. Dukungan yang datang juga terus bertambah dari berbagai lembaga dan regulasi yang dibuat oleh pemerintah tentang keuangan syariah semakin membaik.

Pertama, segmentasi pasar dalam investasi syariah semakin luas dan meningkatnya kesadaran umat Islam untuk mulai berinvestasi. Penambahan jumlah investor syariah tertinggi terjadi pada 2018 dengan persentase 92%. JII merupakan indeks saham syariah pertama yang diluncurkan di Pasar Modal Indonesia. Pada indeks saham syariah JII terdiri atas 30 saham terpilih yang masuk ke dalam kriteria Daftar Efek Syariah. Salah satu emiten dengan jumlah saham terbanyak adalah Bukalapak.com Tbk sebesar lebih dari 50 juta lembar saham per Maret 2022. Misalnya, pada sukuk ritel memiliki kupon yang bersifat tetap sehingga bagaimanapun pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) kupon sukuk ritel tidak akan berubah.

Kedua, dana investasi yang terkumpul di pasar modal syariah terus meningkat dari tahun ke tahun. Saham syariah di Indonesia jumlahnya cukup dominan dengan presentasi lebih 56,9% dari total seluruh saham yang tercatat pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Selama pandemi terjadi peningkatan jumlah investor yang signifikan di pasar modal syariah. Oleh sebab itu, pasar modal syariah di Indonesia berperan penting dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Hal ini sejalan dengan tujuan dari ekonomi islam, yaitu mengedepankan kepentingan dan manfaat untuk banyak orang.

Ketiga, kondisi keuangan Islam mulai berfokus pada dampak yang berkaitan dengan lingkungan atau sustainable financing. Green sukuk menjadi salah satu produk investasi syariah yang mekanisme pembiayaannya digunakan mendorong pengembangan proyek hijau atau meminimalkan dampak proyek pembangunan lain terhadap iklim.

Instrumen-instrumen investasi syariah yang sudah sangat bervariasi dapat kita jadikan pilihan untuk menyimpan uang sebagai antisipasi di masa depan. Kita tidak pernah tau kondisi yang akan terjadi beberapa waktu ke depan. Prospek investasi syariah yang cukup cerah bukan hanya dapat mendatangkan keuntungan duniawi tetapi juga memiliki nilai ibadah yang tinggi. Dengan demikian, potensi yang kita miliki sebagai negara dengan populasi muslim yang cukup banyak diharapkan mulai berfokus mengembangkan investasi syariah yang sesuai dengan ajaran Islam.

Daftar Pustaka

(n.d.). https://journal.iaintakengon.ac.id/index.php/mbz/article/view/59

Amardiyanti, P. (2013). Peluang dan Tantangan Perkembangan Obligasi Syariah (Sukuk) di Indonesia. AKUNESA, 2(1). https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-akuntansi/article/view/6675

AMSI, M. (2018, January 9). Filosofi Investasi dari Takwil Nabi Yusuf. IndoPremier. https://www.indopremier.com/ipotnews/newsDetail.php?jdl=Filosofi_Investasi_dari_Takwil_Nabi_Yusuf&news_id=85779&group_news=IPOTNEWS&news_date=&taging_subtype=FINANCIALPLANNINGEDUCATION&name=&search=y_general&q=investasi&halaman=1

Hasan, A., & Harahap, M. R. P. A. (2021). Sharia Investment as an Islamic Microeconomic Strategy. EDUKASI, 1(2). https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/59254/1/Sharia%20Investment%20as%20an%20Islamic%20Microeconomic%20Strategy.pdf

Hastuti, E. S. (2017). Suku Tabungan: Investasi Syariah Pendorong Pembangunan Ekonomi Inklusif. Jurisprudence, 7(2). https://doi.org/10.23917/jurisprudence.v7i2.4096

Hidayat, T. (2011). Buku Pintar Investasi Syariah. Mediakita.

Indeks Saham Syariah. (n.d.). PT Bursa Efek Indonesia. https://www.idx.co.id/idx-syariah/indeks-saham-syariah/

Investasi Syariah. (2011). In Buku Pintar Investasi Syariah (p. 23). Mediakita.

Jangan Tertipu! Ini Daftar Investasi Bodong yang Berbalut Agama. (2021, May 30). detikFinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5587285/jangan-tertipu-ini-daftar-investasi-bodong-yang-berbalut-agama

Larangan Jual-Beli yang Tidak Dimiliki — Ais Zakiyudin. (2019, September 19). Ais Zakiyudin. https://aiszaki.com/2019/09/19/larangan-jual-beli-yang-tidak-dimiliki/

Misissaifi, M., & Erlindawati, E. (2019). Investasi Syariah Melalui Surat Berharga Syariah Negara Teori Dan Implementasi. JAS (Jasa Akuntansi Syariah), 3(2). https://doi.org/10.46367/jas.v3i2.186

Nurlita, A. (2014). Investasi di Pasar Modal Syariah dalam Kak. Kutubkhanah, 17(1). http://dx.doi.org/10.24014/kutubkhanah.v17i1.806

Putra, T. W. (2018, December). Investasi Dalam Ekonomi Islam. Ulumul Syar’i, 7(2).

Ronald Rulindo, PhD. Tika Arundina, PhD. Economics and Financial System [PowerPoint slides].

Rosdaniah, & Azizs, A. (2022). Peluang dan Tantangan Pasar Modal Syariah. Mubeza, 11(2), 1–6. https://doi.org/10.54604/mbz.v11i2.59

Siregar, W. A. (2022, April 23). Investor Saham Syariah Melonjak 367 Persen Dalam Lima Tahun. IDX Channel. https://www.idxchannel.com/syariah/investor-saham-syariah-melonjak-367-persen-dalam-lima-tahun

Statistik Saham Syariah — Maret 2022. (n.d.). OJK. https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-statistik/saham-syariah/Pages/Statistik-Saham-Syariah—Maret-2022.aspx

zakiyudin, A. (2019, September 19). Larangan Jual-Beli yang Tidak Dimiliki — Ais Zakiyudin. aiszaki.com. https://aiszaki.com/2019/09/19/larangan-jual-beli-yang-tidak-dimiliki/