Oleh: Sa’adah Laesaniah (Ilmu Ekonomi Islam 2021), Staf Departemen Kajian IBEC FEB UI 2022
Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia berdasarkan World Giving Index 2021 yang dirilis CAF. Charities Aid Foundation (CAF) merupakan yayasan yang bergerak di bidang amal pada skala global dan berbasis di Inggris. Prestasi tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia gemar berbagi, seperti menyumbangkan uang pada orang asing dan melakukan aktivitas kerelawanan. Pandemi dan krisis yang melanda Indonesia tidak menghalangi masyarakat untuk tetap membantu sesama. Filantropi tradisional berbasis keagamaan atau biasa dikenal dengan kegiatan sukarela seperti zakat dan sedekah menjadi faktor utama Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai bangsa yang pemurah. Bersedekah menjadi salah satu cara untuk membuka pintu rezeki. Selain itu, orang yang rajin bersedekah akan mendapatkan keberkahan bagi harta dan jiwanya.
Kegiatan filantropi banyak mendatangkan manfaat bagi masyarakat yang diberikan para dermawan dalam berbagai bentuk, seperti bantuan makanan, pakaian, bahkan pembangunan sosial untuk menjembatani ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Salah satu tokoh yang aktif dalam memberikan kontribusi bagi masyarakat adalah Jusuf Kalla. Beliau memiliki banyak perusahaan yang rutin mengeluarkan dana zakat sebesar Rp34 miliar setiap tahunnya dan menjalankan program Corporate Social Responsibility. Di masa lalu, terdapat kisah satu tokoh dermawan yang bernama Mansa Musa. Mansa Musa merupakan seorang raja yang memimpin Kerajaan Mali yang berlokasi di Afrika Barat. Musa dikenal sebagai orang terkaya di dunia hingga saat ini belum ada yang mengalahkannya. Kerajaan Mali mencapai masa kejayaan di bawah kepemimpinan Musa.
Wilayah Mali menjadi sumber emas tetapi bukan hal itu yang membuat kerajaan tersebut dikenal oleh masyarakat. Mansa Musa memutuskan untuk berhaji ke Mekah. Perjalanan ini membuatnya dan Kerajaan Mali dikenal. Musa pergi bersama ribuan orang termasuk budak, pejabat, penghibur, dan tentara. Musa juga membawa banyak sekali emas murni yang diangkut oleh para budaknya. Ia benar-benar ingin menunjukkan kekayaan dan kemakmuran Kerajaan Mali. Hal itu membuat Musa dan rombongannya banyak menarik perhatian penduduk pada setiap wilayah yang mereka lewati. Dalam perjalanannya, Musa dan rombongannya singgah di sebuah kota di Mesir, yaitu Kairo.
Di Kairo, Musa memberikan sedekah berupa emas kepada setiap pengemis yang dilihatnya. Ia juga membagikan emas secara sukarela kepada warga-warga yang ditemuinya. Namun, kedermawanan tersebut justru malah menghancurkan perekonomian di negara-negara Timur Tengah. Harga emas di kawasan tersebut anjlok dan negara mengalami inflasi yang cukup parah. Masuknya emas secara instan dan dalam kuantitas yang banyak menyebabkan hiperinflasi serta hampir memiskinkan negara selama 10 tahun.
Kita dapat memahami bahwa sedekah diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak mampu. Sedekah memiliki arti pemberian sesuatu kepada yang membutuhkan dengan tidak mengharapkan imbalan. Pemberian sedekah diutamakan untuk saudara dan keluarga yang membutuhkan. Sedekah bukan kewajiban sebab apabila tidak dilaksanakan maka tidak akan berimplikasi pada apapun dan dapat dilakukan kapan saja. Hal ini tertuang dalam firman Allah Swt dalam Surah Al-Baqarah ayat 215:
يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”
Berbeda halnya dengan sedekah, zakat tidak boleh diberikan kepada sembarangan orang. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. Golongan yang berhak menerima zakat atau mustahik ada 8, yaitu:
- Fuqara yaitu orang yang hampir tidak dapat memiliki apa-apa
- Masakin yaitu orang yang memiliki harta namun tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya
- Amilin yaitu orang yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat
- Muallaf yaitu orang yang baru masuk Islam
- Riqab yaitu budak yang ingin memerdekakan dirinya
- Algharimin yaitu Orang yang berhutang untuk kebutuhan dalam mempertahankan hidup
- Fisabilillah yaitu Orang yang berjuang di jalan Allah dalam bentuk kegiatan dakwah, jihad, dan sebagainya
- Ibnu sabil yaitu musafir yang tidak memiliki biaya untuk pulang kembali ke kampung halamannya
Penggolongan tersebut ada di dalam QS At-Taubah/9: 60. Tujuannya untuk mendistribusikan harta dari yang kaya kepada orang-orang miskin. Jika orang miskin dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, mereka akan bekerja dengan baik dan memberikan kontribusi yang positif serta menciptakan keadilan dari sisi ekonomi.
Dalam menciptakan keadilan ekonomi, ada beberapa pandangan atau teori untuk melihat keadilan yang terjadi di masyarakat. Pertama, egalitarian di mana semua orang harus mendapatkan kompensasi yang besarnya sama. Kedua, rawlsian mencoba menjadikan orang yang paling miskin dalam masyarakat tidak mengalami kesengsaraan. Ketiga, utilitarian menekankan pada maksimalisasi kepuasan bagi masyarakat secara keseluruhan. Keempat, market oriented memandang bahwa keadilan didapatkan dari hasil atau outcome pada pasar yang kompetitif.
Konsep Islam memandang keadilan dalam distribusi kekayaan tidak memerlukan imbalan yang sama untuk setiap orang terlepas dari kontribusinya kepada masyarakat. Jika masyarakat ingin mempertahankan kemapanan maka segala sesuatu yang berada di dalamnya harus dengan kadar yang sesuai bukan dengan kadar yang sama. Islam telah mendorong orang-orang yang mampu untuk memberikan sedikit kepada saudara, kerabat, tetangga yang miskin melalui sedekah. Prinsip tersebut mirip dengan Rawlsian sebab sedekah ditujukan untuk orang miskin tetapi setiap individu diperbolehkan untuk menjadi lebih kaya dibanding orang lain namun tetap diberi kewajiban untuk beramal kepada yang membutuhkan.
Sementara itu, teori egalitarian tidak sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Islam tidak memandang keadilan digambarkan nilai yang sama besar namun dengan nilai yang proporsional sehingga tidak menyebabkan ketimpangan bagi penerimanya.
Ibnu Khaldun menuliskan dalam Kitab Muqaddimah bahwa rakyat bersama pemerintah memiliki kesadaran untuk mempertahankan kedaulatan sehingga mencapai kesejahteraan masyarakat dengan proses yang dinamis. Beliau menekankan negara atau pemerintah memiliki peran yang besar dalam perekonomian meskipun tidak harus terlibat langsung dalam kegiatan ekonomi. Kesejahteraan masyarakat dapat dicapai dengan adanya pembangunan sebagai proses yang multi dimensional. Proses tersebut terdiri atas beberapa elemen, seperti pemerintah (G), syariah (S), masyarakat (N), kekayaan (W), pembangunan (g), dan keadilan (j).
Tugas utama negara dalam bidang ekonomi adalah menciptakan kemakmuran, menghilangkan kesengsaraan ekonomi yang dialami oleh rakyat, dan memperluas akses pengembangan ekonomi kepada seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan pemikiran Ibnu Khaldun, orang yang memegang kedaulatan (G) harus memiliki semua sifat kebaikan yang dituntut oleh agama dan politik. Orang tersebut harus toleran, adil, tidak curang, memenuhi seluruh kewajibannya, mudah ditemui oleh rakyat, serta menghapus ketidakadilan dan kesulitan yang mereka alami. Negara sebagai instrumen bagi pembangunan manusia dan kesejahteraan hanya berfungsi membantu rakyat dalam menjalankan usaha mereka agar lebih efisien dan mencegah terjadinya ketidakadilan.
Pada masa kepemimpinan Bani Umayyah oleh Umar bin Abdul Aziz, kebijakan fiskal yang berkaitan dengan zakat diterapkan untuk mewujudkan kesejahteraan perkonomian umat Islam. Umar menjadikan zakat sebagai institusi utama pendapatan negara. Tata kelola zakat yang dilakukan pada masa pemerintahannya sudah cukup rapi. Dalam kebijakannya, Umar mengikuti keputusan-keputusan terdahulu yang dibuat oleh Rasulullah dan Umar bin Khattab. Apabila tidak ada mustahik yang membutuhkan maka dana zakat tersebut digunakan untuk membeli para hamba sahaya dan memerdekakannya. Umar juga memperluas cakupan zakat seperti zakat madu, ikan, dan lain sebagainya.
Selain itu, pendapatan negara bersumber dari jizyah, kharaj, dan khums. Umar menambah pengeluaran pemerintah untuk kepentingan rakyat dan mengurangi sumber pemasukan negara. Salah satu contohnya, penghapusan beban jizyah bagi penduduk yang masuk Islam dan hanya ditetapkan bagi orang-orang kafir. Hal tersebut berdampak pada pengurangan pemasukan jizyah atas penduduk kafir kepada pemerintah dan semakin banyak orang-orang yang tertarik untuk memeluk Islam.
Pemerintah memiliki instrumen kebijakan moneter dan kebijakan fiskal untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengurangi ketimpangan. Perekonomian telah mengalami berbagai perubahan termasuk tatanan kelembagaan pada Bank Indonesia. Tujuan Bank Indonesia (BI) saat ini lebih berfokus untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal tersebut diidentifikasi sebagai kestabilan harga (inflasi). Perubahan itu mengarahkan pada timbulnya strategi kebijakan moneter yang menetapkan target inflasi atau Inflation Targeting Framework (ITF). Tujuan dari ITF adalah membantu pemulihan perekonomian makro dari krisis ekonomi.
Kebijakan moneter ITF berimplikasi pada inflasi yang akan terjadi harus dijaga agar sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Implementasi kebijakan tersebut memerlukan kemampuan bank sentral yang dalam hal ini Bank Indonesia untuk memperhitungkan perilaku ekspektasi dan informasi yang akurat agar dapat menentukan pilihan kebijakan yang akan ditempuh (ekspansif, kontraktif, dan netral).
Tabel 1. Target Inflasi
Sumber: Bank Indonesia Tahun 2021 dan diolah oleh penulis
*) berdasarkan PMK №101/PMK.010/2021 tanggal 28 Juli 2021
**) berdasarkan PMK №124/PMK.010/2017 tanggal 18 September 2017
Penerapan Inflation Targeting Framework di Indonesia mengalami keberhasilan diantaranya terjadi pergeseran perilaku pembentukan ekspektasi inflasi publik yang cenderung backward looking menjadi forward looking, suku bunga sasaran operasional saat ini relatif sudah berkembang dengan pemikiran teoritis atau best practices sehingga sinyal kebijakan moneter mampu dibaca secara lebih baik oleh pasar. Bank Indonesia telah berubah dari lembaga yang berorientasi ke dalam menjadi berorientasi ke luar. Akan tetapi, kebijakan ITF masih menghadapi tantangan seperti ekses likuiditas yang akan mendorong ekspektasi inflasi dan mengganggu mekanisme transmisi kebijakan moneter ke sektor riil.
Kebijakan pemberian subsidi kepada masyarakat miskin juga telah memberikan dampak positif pada penurunan kemiskinan. Program-program tersebut diantaranya subsidi LPG, subsidi pupuk, subsidi listrik, dan subsidi BBM. Subsidi merupakan pembayaran yang dilakukan pemerintah dan menambah pendapatan bagi masyarakat yang menerimanya. Tujuan dari adanya subsidi yaitu agar harga barang dan jasa yang dihasilkan produsen lebih rendah sehingga jumlah yang dibeli oleh masyarakat meningkat dan mengupayakan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Subsidi dialokasikan kepada masyarakat yang kurang mampu untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar dan memproteksi produsen untuk tetap menghasilkan produk dengan harga yang terjangkau. Subsidi dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu subsidi uang (cash transfer) dan subsidi barang (in kind subsidy). Namun, pemberian besar subsidi perlu dikendalikan agar efisien dan lebih tepat sasaran. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan pemberian subsidi untuk meminimalkan kebocoran.
Sejak pandemi COVID-19 melanda seluruh dunia dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, keuangan Islam atau Islamic finance memiliki solusi untuk menangani krisis yang terjadi serta membantu pemulihan kondisi ekonomi suatu negara. Salah satunya, penyaluran bantuan yang berasal dari zakat, infak, dan sedekah. Penyaluran zakat difokuskan kepada mustahik yang terdampak pandemi secara langsung. Akan tetapi, realisasi zakat yang masuk ke Baznas masih jauh dari angka potensial sehingga pemerintah memperkuat kampanye dana zakat. Langkah konkrit yang ditempuh antara lain mewajibkan setiap masjid didaftarkan sebagai Unit Pengumpul Zakat (UPZ) dan mempermudah prosedur pembayaran zakat secara daring.
Keadilan dalam realitanya dimaknai berbeda oleh setiap individu tetapi merupakan katup pengaman yang menjadi sumber kedamaian bagi manusia. Jika nilai yang diberikan sesuai dengan proporsinya dan orang yang memiliki wewenang berlaku amanah maka masyarakat akan mengalami kemakmuran dan kebahagiaan. Namun, apabila nilai yang diberikan tidak sesuai dengan proporsinya dan orang yang memiliki wewenang berlaku curang maka masyarakat akan menderita. Keadilan bukan berarti harus sama namun harus proporsional dan dibarengi dengan pemimpin yang menjunjung keadilan.
Referensi
Bell, N. M. (1972). The Age of Mansa Musa of Mali: Problems in Succession and Chronology. The International Journal of African Historical Studies, 5(2), 221–234. https://doi.org/10.2307/217515
Chapra, M. U. (2006). Ibn Khaldun’s theory of development: Does it help explain the low performance of the present-day Muslim world? The Journal of Socio-Economics.
Hasibuan, L. (2018, November 18). 7 Aksi Nyata Filantropi Para Crazy Rich Indonesian. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20181118112319-33-42683/7-aksi-nyata-filantropi-para-crazy-rich-indonesian
Hassan, M. K. (2021). Socioeconomic Impact of COVID-19 in MENA Region and The Role of Islamic Finance. International Journal of Islamic Economics and Finance, 4(1).
Hassan, M. K., Rabbani, M. R., & Ali, M. A. (2020). Challenges for the Islamic Finance and banking in post COVID era and the role of Fintech. Journal of Economic Cooperation and Development, 41(3).
Nofiaturrahmah, F. (2017). Penanaman Karakter Dermawan Melalui Sedekah. Jurnal Zakat dan Wakaf, 4(2). http://dx.doi.org/10.21043/ziswaf.v4i2.3048
Purwanti, D. (2020). Pengaruh Zakat, Infak, dan Sedekah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(1). http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v6i1.896
Rangkuti, A. (2017). Konsep Keadilan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Pendidikan Islam, 6(1). http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tazkiya/article/view/141
Rubinfeld, D. L., & Pindyck, R. S. (2017). Microeconomics. Pearson.
Rusdi, A., Wicaksono, K. A., Ardiyantara, N., Saputro, T. A., Peduk, A., & Ramadhani, K. (2018). Sedekah sebagai prediktor kebahagiaan. Jurnal Psikologi Islam, 5(1), 59–68. http://www.jpi.api-himpsi.org/index.php/jpi/article/view/59
Syafiq, A. (2018). Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Menunaikan Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF). Jurnal Zakat dan Wakaf, 5(2). http://dx.doi.org/10.21043/ziswaf.v5i2.4598
Target Inflasi — Indikator. (2021). Bank Indonesia. https://www.bi.go.id/id/statistik/indikator/target-inflasi.aspx