Skip to content

IBEC FEB UI

Home » Artikel » Halal Hospitality Goes Global: Dilematika Penyediaan Alkohol di Destinasi Wisata Islami

Halal Hospitality Goes Global: Dilematika Penyediaan Alkohol di Destinasi Wisata Islami

  • Inspire

Oleh: Felisa (Ilmu Ekonomi Islam 2021), Staf Departemen Penelitian IBEC FEB UI 2022

Latar Belakang

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh budaya dan agama, dimana keduanya berperan dalam membentuk praktik (Alam et al, 2011). Agama adalah salah satu kekuatan utama dalam membentuk konsep alkohol di pikiran manusia yang menciptakan struktur hubungan antara manusia dan minuman. Studi kasus ini dilakukan di Mesir dengan alasan popularitas Mesir sebagai tujuan wisata berdasarkan peradaban kunonya. Islam dan Kristen dipilih sebagai agama yang dianalisis karena merupakan dua agama utama di Mesir. Studi ini diawali dengan mengeksplorasi peran alkohol dalam Islam dan Kristen kemudian menghubungkannya dengan situasi dan tantangan agama saat ini di Mesir.

  • Hubungan antara Islam dan Alkohol

Alkohol dalam Al Quran disebut dengan khamr yang berarti bahan yang memabukkan. Istilah dan aromanya mungkin berubah, tetapi tetap dikatakan haram jika konsekuensinya memabukkan. Pernyataan haram pada alkohol ini terdapat dalam Al Quran, seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 219 dan Surah Al Maidah ayat 90–91. Bagi umat Islam, larangan mengonsumsi alkohol bersifat mutlak karena wahyu Allah SWT dalam Al Qur’an dan ajaran Nabi SAW. Meskipun demikian, Al-Qur’an mengakui bahwa “Khamr” memiliki beberapa manfaat bagi manusia, tetapi mudharatnya lebih besar dari manfaatnya (Al-Qur’an, 2:219). Manfaat yang dimaksud bersifat ekonomi sebagai hasil dari perdagangan (Khashan, 2016). Akan tetapi, menjaga kesehatan fisik dan mental adalah prioritas dalam Islam dan melarang minuman keras diberlakukan untuk tujuan ini (Robinson dan Kenyon, 2009). Muslim harus menahan diri dari menggunakan zat apapun — apapun bentuknya — yang mempengaruhi kemampuan penalaran mereka (Al Qardhawi, 1997). Dalam keadaan biasa, alkohol tentu tidak ditoleransi dalam Islam, tetapi kondisi luar biasa memerlukan kelonggaran (Nurdeng, 2009). Jika seseorang tidak dapat menemukan pengganti dan akan meninggal jika tidak menelan makanan atau minuman yang dilarang, maka ia diperbolehkan makan yang diperlukan untuk mencegah kematian.

  • Hubungan antara Kristen dan Alkohol

Umumnya, agama Kristen menyetujui konsumsi alkohol mengingat hal itu dilakukan dalam keadaan sadar (Robinson dan Kenyon, 2009), sedangkan mabuk adalah degenerasi etis (Robinson dan Kenyon, 2009). Tidak dapat disangkal, mabuk adalah perbuatan salah menurut Perjanjian Baru (Cook, 2006). Namun demikian, sikap terhadap alkohol berbeda-beda di setiap gereja. Misalnya, sementara Mormon melarang alkohol dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh dengan tegas menahan diri dari minum, Lutheran tidak memiliki batasan alkohol (Hall et al., 2020). Protestanisme memiliki beberapa keyakinan yang berbeda tentang minum. Lebih lanjut, Belcher (2006) mencatat bahwa kultus Protestan yang berbeda tidak memiliki kesepakatan mengenai hal ini.

Tujuan dan Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode perspektif analitis dari pendekatan konservasi untuk menilai tantangan dan masalah yang terkait dengan penyajian alkohol di negara Muslim.

Tujuan dari dilakukan penelitian ini antara lain:

  • Menyelidiki persepsi tentang hubungan antara agama dan alkohol.
  • Memperdebatkan penggunaan dan praktik seputar alkohol, tidak hanya di Mesir tetapi juga di negara-negara lain di Timur Tengah dan Afrika Utara yang cenderung memiliki tradisi yang sebanding.
  • Mengeksplorasi peran layanan alkohol dalam konteks Mesir, membahas apakah akan menyajikan atau tidak menyajikan alkohol dalam industri perhotelan.
  • Meneliti dampak ekonomi dan sosial dari layanan alkohol di industri perhotelan Mesir.

Pembahasan temuan

  • Konflik antara tuntutan barat dan pariwisata halal membuat katering untuk turis Muslim dan non-Muslim menjadi tantangan besar bagi penyedia layanan destinasi.
  • Ujian terbesar yang dihadapi hotel syariah adalah hilangnya pendapatan dengan tidak menjual minuman beralkohol yang berdampak pada penurunan profit.
  • Diperlukan beberapa inovasi pemasaran berupa konsep yang efektif, seperti “alcohol-free day” sehingga dapat meningkatkan permintaan dan memperkenalkannya sebagai pengalaman baru dalam pariwisata dan perhotelan halal.
  • Alkohol perlu diganti dengan pengalaman menarik lainnya yang terkait dengan budaya, warisan, alam, kuliner, dan ciri khas lokal yang otentik.

Hikmah atau kesimpulan

Alkohol memang memiliki manfaat secara komersial, namun membawa dampak negatif untuk kesehatan akal. Islam mengharamkan konsumsi alkohol karena menyadari dampak negatif yang ditimbulkan lebih besar daripada manfaat yang didapat. Minum minuman beralkohol dapat memabukkan yang akan menjadi akar dari munculnya berbagai maksiat, seperti zina. Hilangnya kesadaran akibat mengonsumsi alkohol membuat seseorang tidak mampu mengendalikan diri dan tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Hotel halal yang tidak menyediakan alkohol mungkin akan membuat omset dari hotel tersebut menurun, tetapi dapat diatasi dengan merealisasikan ide inovatif, seperti memperkenalkan makanan atau minuman khas daerah yang halal.

Referensi

Afifi, M. F., Asad Mohsin, & Mustafa Farouk. (2021). Halal hospitality goes global: challenges of (not) serving alcohol in an Islamic tourist destination: a case study of Egypt. Tourism Critiques: Practice and Theory, 2(2), 134–152. DOI: 10.1108/TRC-12–2020–0022