Diulas oleh: Nur Rahmawati (Ilmu Ekonomi Islam 2023)
“Saling menolonglah kamu dalam melakukan kebajikan dan taqwa. Dan jangan saling menolong pada perbuatan yang dosa dan permusuhan.”
Q.S. Al-Maidah: 2
Dimulai pada pertengahan April 2024 lalu, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Pelemahan rupiah ini tentu memberikan dampak bagi keuangan masyarakat Indonesia. Salah satu dampak pelemahan rupiah ini menyebabkan bank sentral bergerak menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah kondisi pasar keuangan global yang semakin tidak menentu. Jika melihat fenomena 2 tahun terakhir, ketika suku bunga acuan bergerak naik menyebabkan rata-rata suku bunga KPR nasional juga meningkat. Sehingga dengan adanya kenaikan suku bunga acuan bank sentral pada bulan April 2024 lalu diprediksi akan menyebabkan kenaikan bunga KPR pula, akan tetapi kenaikan ini akan lebih terasa bagi debitur KPR yang menggunakan sistem bunga mengambang atau floating (Arianto Muditomo, 2024). Di tengah genjotan bunga KPR floating yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan masyarakat sulit untuk memiliki rumah khususnya bagi Gen Z yang sedang menghadapi tantangan ketenagakerjaan dan perumahan.
Menurut hasil survey Property Perspective from Gen Z (2024), 36% dari 587 responden Gen Z dan Milenial enggan membeli atau lebih memilih menyewa properti dengan alasan belum siap finansial untuk membeli properti. Hal ini terjadi karena Gen Z merasa harga properti sudah terlalu tinggi dan penghasilan yang didapat tidak mencukupi (Dani Indra Bhatara, 2024). Menanggapi fenomena yang terjadi, pada awal tahun 2024 pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan dan Perumahan (PUPR) merencanakan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan jangka waktu hingga 35 tahun untuk generasi Milenial dan Z. Kemudian, pada tanggal 20 Mei 2024 Presiden Joko Widodo mengeluarkan regulasi baru terkait iuran untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk seluruh pekerja-BUMN maupun swasta yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Tapera ini dianggap lebih solutif ketimbang harus mencicil KPR.
Kebijakan pemotongan gaji untuk iuran Tapera inilah yang kemudian menimbulkan permasalahan baru hingga menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat. Walaupun prinsip dalam Tapera merupakan niat baik, yaitu gotong royong, dimana masyarakat yang sudah punya rumah membantu yang belum punya rumah. Namun, tetap saja sebagian masyarakat yang sudah memiliki rumah merasa terbebani dengan adanya kebijakan ini ditengah banyaknya iuran lain selain Tapera yang menyebabkan gaji mereka dipotong dan kekhawatiran akan ketidakjelasan regulasi dan kebijakan yang mengatur Tapera itu sendiri. Lantas, bagaimana relevansi penerapan regulasi Tapera dengan prinsip gotong royong pada pembiayaan perumahan dalam mewujudkan rahmatan Lil Alamin dalam perspektif Islam?
Bunga KPR Naik, Impian Pejuang KPR Buyar?
Kekhawatiran akan meningkatnya bunga KPR di tengah kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral bukan hal yang asing lagi. Khususnya bagi pejuang KPR seperti Gen Z yang masih banyak belum memiliki rumah. Realitanya KPR kemungkinan akan terkena imbasnya jika kondisi ekonomi, geopolitik global, inflasi dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak berubah (Amin Nurdin, 2024). Namun, jika dilihat dalam 2 tahun terakhir, suku bunga acuan juga mengalami kenaikan yang cukup besar sehingga menyebabkan rata-rata KPR tiap tahunnya juga terus meningkat.
Gambar 1. Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
https://pusatdata.kontan.co.id/makroekonomi/bi_rate
Berdasarkan laman data media pusat data dari Bank Indonesia, pada tahun ini bank sentral menaikkan suku bunga acuan, BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI April 2024. Bank sentral menggerek suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) sehingga suku bunga acuan sekarang bergerak ke level 6,25%. Menurut wakil Direktur Institute for Development, kenaikan suku bunga acuan menjadi sinyal minimnya harapan penurunan suku bunga di tahun ini sehingga menyebabkan pertumbuhan kredit akan melambat. Bahkan pertumbuhan ekonomi tahun ini diproyeksikan akan mencapai 4,8% lebih rendah dari target pemerintah dalam asumsi dasar ekonomi makro 5,2% pada tahun 2024. Namun, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, menyatakan bahwa KPR tidak akan terpengaruh oleh kenaikan suku bunga acuan bank sentral, terutama untuk KPR subsidi yang bunganya ditanggung pemerintah. Meskipun begitu, dampak kenaikan suku bunga acuan bank sentral tidak menutup kemungkinan pihak bank akan tetap menaikkan bunga KPR terhadap nasabah KPR yang non subsidi walaupun saat ini belum ada rencana menaikkan KPR, karena pihak bank memerlukan banyak pertimbangan untuk bisa memutuskan kenaikan bunga KPR. Jika dilihat data dari 2 tahun terakhir, walaupun terdampak kenaikan suku bunga acuan yang cukup besar oleh bank sentral, namun pertumbuhan KPR secara nasional tetap bagus, sehingga dari pihak bank tetap optimis terhadap pertumbuhan demand KPR tahun ini.
Gambar 2. Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit KPR (%)
https://ojk.go.id/id/kanal/perbankan/pages/suku-bunga-dasar.aspx
Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di awal tahun 2024 cukup signifikan. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pembiayaan kredit pemilikan rumah tapak subsidi hingga kategori kelas mewah justru tumbuh positif. Adapun rumah tapak mewah yang diminati masyarakat menengah ke atas merupakan tipe KPR di atas 70 meter persegi dengan harga sekitar 500 juta rupiah dan berbeda di setiap wilayah daerahnya. Sedangkan, KPR rumah subsidi paling tinggi pertumbuhannya yakni tipe sampai dengan 21 meter persegi yang mencapai 46,52% YoY per Februari 2024, dimana sebelumnya KPR rumah subsidi terkontraksi 7,99% per Februari 2023. Dalam menanggapi tingginya pertumbuhan penyaluran pembiayaan perbankan ke segmen KPR, pemerintah telah mempersiapkan berbagai insentif salah satunya berupa Pajak ditanggung pemerintah (PPN DTP) yang akan membantu masyarakat untuk memiliki rumah pertamanya dan begitu juga dengan perbankan yang akan terus meningkatkan penyaluran kredit ke segmen KPR pada tahun 2024. Bahkan, proyeksi BI dan OJK kredit tahun depan bisa tumbuh 10% sampai 12%, sehingga diperkirakan KPR akan tumbuh di atas itu atau minimal tumbuhnya sama dengan total kredit bank (Winang, 2024).
Gen Z dan Rumah Impian: Antara KPR 35 Tahun yang Panjang atau Tapera yang Penuh Misteri?
Gambar 3. Property Perspective from Gen Z
https://data.goodstats.id/statistic/simak-gen-z-ternyata-lebih-pilih-sewa-dibanding-beli-rumah-Jpj9w
Belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial mengenai preferensi Gen Z yang lebih banyak memilih untuk menyewa dibandingkan membeli rumah. Berdasarkan survey aplikasi Jakpat, mayoritas Gen Z sebesar 36% memilih untuk menyewa atau mengontrak ketimbang membeli rumah dengan alasan belum matang secara finansial untuk bisa membeli rumah atau properti pribadi. Selain terhalang isu finansial, 22% responden memilih untuk menyewa karena harganya lebih murah, 18% karena lokasinya yang strategis, dan 11% karena adanya aturan rotasi kerja. Direktur Research and Consultancy Savills, mengungkapkan bahwa ketidakinginan Gen Z membeli rumah didasarkan pada harga properti yang terlalu mahal dan penghasilan yang masih pas-pasan. Sehingga dengan gaji yang pas-pasan membuat Gen Z menganggap masih banyak keperluan lain yang harus dipenuhi sehari-hari, yang menyebabkan tidak mampu untuk membayar DP maupun cicilan KPR.
Dalam menjawab kebutuhan perumahan Gen Z tersebut, muncul wacana mengenai skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) 35 tahun sebagai solusi yang menarik. Skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) 35 Tahun merupakan regulasi yang diusulkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR). KPR 35 tahun adalah jenis pinjaman yang disediakan oleh bank atau lembaga keuangan kepada individu untuk memiliki rumah dengan tenor 35 tahun sehingga memberikan keleluasaan dalam mengelola anggaran bulanan, khususnya bagi Gen Z yang baru memasuki dunia kerja dan mungkin memiliki keterbatasan finansial. Meskipun cicilan bulanan lebih terjangkau, total bunga yang dibayar selama 35 tahun dapat lebih tinggi. Di sisi lain, skema pembayaran dengan tenor yang panjang membuat Gen Z akan semakin lama menanggung beban kredit sehingga hal ini mungkin akan menjadi hal yang tidak menguntungkan. Pihak pemerintah dan perbankan atau lembaga keuangan lain perlu mempertimbangkan untuk memperhatikan usia calon debitur saat hendak melakukan akad KPR. Hal ini untuk memastikan kesediaan dan kemampuan mereka untuk melunasi KPR hingga akhir. Dengan demikian, pada 20 Mei 2024 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan regulasi baru terkait iuran untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk seluruh pekerja-BUMN maupun swasta. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Kebijakan ini juga dianggap sebagai salah satu solusi dan lebih solutif untuk Gen Z memiliki rumah pertamanya ketimbang harus mencicil KPR.
Simpanan Tapera akan dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri. Sedangkan simpanan peserta pekerja mandiri dibayarkan oleh mereka sendiri. Besarannya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari gaji yang dilaporkan setiap bulan untuk peserta pekerja. Adapun besaran simpanan peserta yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 15 ayat 1 PP tersebut adalah 3% dari gaji upah pekerja dan penghasilan untuk pekerja mandiri. Namun, 3% ini bukan hanya pekerja yang menanggung, tetapi 0,5% akan ditanggung oleh pemberi kerja perusahaan dan 2,5% sisanya ditanggung oleh pekerja sendiri. Dalam pasal 20 PP Tapera menyebutkan bahwa pemberi kerja wajib menyetorkan simpanan tersebut setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Sehingga, simpanan Tapera ini akan memotong gaji secara langsung seperti BPJS Ketenagakerjaan atau kesehatan.
Apakah Tapera Menjadi Penyelamat atau Justru Bencana Baru?
Setelah peresmian PP Tapera pada bulan Mei 2024 lalu, banyak pro dan kontra di kalangan pekerja hingga pengusaha. Para pekerja menganggap membayar iuran sebesar 2,5% dari gaji untuk Tapera cukup memberatkan dan pengusaha keberatan karena harus menanggung setengah iuran pekerjanya. Kurangnya sosialisasi program Tapera oleh pihak terkait, seperti BP Tapera dan Dinas Tenaga Kerja menyebabkan pemahaman yang kurang memadai, sehingga para pekerja kesulitan menerima potongan dari gaji mereka untuk Tapera (Wahyu, 2024). Meskipun demikian, sebenarnya tujuan Tapera itu sendiri sangat mulia untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) agar mendapatkan subsidi yang besar dengan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) hanya 5%. Namun, sayangnya kebijakan ini memiliki persoalan krusial dari sisi pembuat kebijakan hingga menimbulkan pro dan kontra, bahkan lebih banyak dimensi yang kontra.
Sebelumnya Tapera sudah digulirkan sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2013, tetapi ditolak lantaran iuran Tapera dari pemberi kerja dan pekerja dianggap sangat kecil untuk bisa mendapatkan rumah. Di sisi lain, masyarakat juga khawatir program Tapera ini bernasib seperti kasus Asabri, Taspen, dan Jiwasraya yang menyebabkan korupsi gila-gilaan. Konsep menghimpun dana masyarakat oleh badan bentukan pemerintah memiliki catatan buruk di benak masyarakat akibat kasus-kasus ini hingga membuat penolakan masyarakat terhadap program Tapera. Menanggapi kekhawatiran tersebut, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) mengungkapkan bahwa pemerintah akan membangun sistem pengawasan pengelolaan dana Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk menjamin dananya dikelola dengan baik, akuntabel, dan transparan, sehingga dengan adanya pengawasan tersebut nasib Tapera tidak akan sama seperti kasus korupsi Asabri, Taspen, dan Jiwasraya yang sampai merugikan negara. Adapun pengawasan dana Tapera nantinya akan dilakukan oleh Komite Pengawasan BP Tapera. Komite ini akan dipimpin oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, OJK dan profesional. Maka dengan dibentuknya komite tersebut diharapkan akan membuat pengelolaannya lebih transparan, akuntabel, dan tidak bisa menyeleweng karena semua bentuk investasi yang dijalankan pasti akan dikontrol dengan baik oleh para komite secara umum (Moeldoko, 2024).
Berkaca pada penerapan program serupa dengan tabungan perumahan rakyat (Tapera) dan sudah terlaksana di beberapa negara lain, seperti Malaysia, Singapura, Brasil, China, Meksiko, dan Chile, sebagian besar dari hasil penerapan mekanisme program tersebut dinilai telah berhasil. Malaysia memiliki program tabungan yang memotong gaji para pekerja seperti halnya Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Program tersebut bernama Employee Provident Fund (EPF). Malaysia dinilai merupakan salah satu negara yang berhasil menerapkan program seperti Tapera. Berdasarkan laman ExpatGo, faktor keberhasilan program EPF ini adalah dengan memastikan dividen minimum sebesar 2,5% per tahun secara stabil terlepas dari kondisi pasar. Selain itu, keberhasilan EPF didukung oleh kerangka kerja regulasi dan struktur tata kelola yang kuat dengan memastikan transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan dana yang bijaksana (World Bank, 2018). EPF menerapkan sistem dengan mewajibkan adanya kontribusi iuran gabungan dari pekerja dan pemberi kerja atau perusahaan.
EPF merupakan skema tabungan wajib untuk masa pensiun para pekerja, adapun manfaat yang didapatkan anggota EPF yaitu dana pensiun, perlindungan kesehatan, hingga kepemilikan rumah. Kelompok sasarannya mencakup individu yang bekerja hingga wiraswasta, yaitu pegawai sektor swasta, pegawai sektor publik yang bukan pensiunan, serta kontributor sukarela. Namun, terdapat beberapa kategori pekerja yang tidak wajib berkontribusi dalam EPF, yakni penduduk asli yang berpindah-pindah (nomaden), asisten rumah tangga, juru masak, penjaga rumah, tukang kebun, supir pribadi, pekerja, serta ekspatriat yang negara tempat tinggalnya berada di luar Malaysia (WNA) dan memilih untuk tidak berkontribusi. Adapun EPF telah menetapkan bahwa persentase 11% dibayarkan dari gaji pekerja dan 13% dibayar oleh pemberi kerja (jika gaji pekerja RM5.000 ke bawah) atau 12% (jika gaji pekerja di atas RM5,000). Pekerja harus membayar iuran ini sampai usia 55 tahun. Untuk mempermudah pengelolaan, EPF membagi dana iuran anggotanya menjadi dua rekening tabungan yaitu Rekening I dan Rekening II. Rekening I berisi 70% dari dana simpanan anggota, sedangkan 30% sisanya dimasukkan ke Rekening II. Penarikan di Akun I terbatas karena beberapa alasan, termasuk jika anggota mencapai usia 55 tahun, tidak dapat bekerja, meninggalkan Malaysia atau meninggal dunia. Sedangkan Akun II lebih fleksibel karena penarikannya diperbolehkan dengan alasan penyelesaian pinjaman untuk rumah pertama anggota, biaya pendidikan dan pengobatan, investasi, dan ketika anggota mencapai usia 50 tahun. Terkait manfaat kepemilikan rumah, anggota EPF dapat mempergunakan tabungan untuk membeli rumah, membangun rumah, hingga cicilan bulanan KPR.
Operasionalisasi jaminan sosial di Malaysia didasarkan pada Undang-Undang per program seperti Undang-Undang tentang tabungan-wajib, Undang-Undang kecelakaan-kerja dan pensiun-cacat dan Undang-Undang jaminan sosial untuk Pegawai Sipil kerajaan serta Undang-Undang khusus untuk anggota angkatan tentara. Masing-masing Undang-Undang tersebut terkait dengan kepesertaan, program, pembiayaan, dan pengaturan kewenangan badan penyelenggaraan. Kepesertaan jaminan sosial masih dibedakan atas kepesertaan pensiun pegawai negeri sipil Kumpulan Wang Persaraan (Diperbadankan) (KWAP)), tunjangan karyawan (Employee Provident Fund (EPF)) kepesertaan untuk personal militer (Armed Forces fund (LTAT)). Di Malaysia tidak dibedakan antara karyawan sektor formal dan pekerja sektor informal atau pekerja sebagai penerima upah dan atau pekerja yang tidak menerima upah sebagaimana dimaksud Employees Provident Fund Act 1991 (Jaafar et al., 2019).
Adapun Employee Provident Fund Act 1991 di Malaysia menggunakan dasar hukum syariah dalam pengelolaannya yang menjadi salah satu faktor keberhasilannya juga, karena memungkinkan partisipasi oleh masyarakat lebih luas. Dimana terdapat perbedaan dari besaran iuran yang ditentukan oleh setiap lembaga. Dalam hukum Islam, Maqashid Syariah sebagai landasan atau tujuan yang ingin dicapai oleh syariat agar kemaslahatan manusia dapat terwujud dan dananya sah-sah saja bila dijalankan dengan prinsip yang sesuai syariah dan selagi mengandung maslahah (meraih manfaat). KWSP/EPF di Malaysia memiliki dua pilihan akun, yaitu akun simpanan konvensional dan simpanan syariah yang mulai diperkenalkan pada tahun 2017, akun simpanan syariah merupakan satu pilihan yang membolehkan mengurus simpanan mengikuti prinsip-prinsip syariah dengan investasi halal, bebas daripada riba dan aktivitas yang dilarang oleh Islam, karena sebagai individu Islam tentu mengharapkan simpanan yang bebas dari riba dan batil untuk mendapatkan ketenangan hidup. Adapun berdasarkan laman EPF Malaysia, ciri-ciri utama sistem syariah EPF ialah adanya penginvestasian dalam sistem mengikuti prinsip syariah yaitu menghindari dari investasi dalam industri yang dilarang seperti riba (faedah), maysir (perjudian) dan gharar (ketidakpastian di dalam kontrak) yang sering terdapat dalam investasi perbankan konvensional dan asuransi. Adapun akad yang digunakan dalam akad simpanan syariah berdasarkan akad wakalah dengan kadar dividen berdasarkan kinerja aktual investasi syariah yang berbeda dengan simpanan konvensional yaitu tingkat dividen didasarkan pada kinerja aktual investasi konvensional (yang mencakup investasi yang tidak sesuai syariah) dan tunduk pada tingkat dividen minimum sebesar 2,5%. Selain itu, simpanan syariah tersebut disertifikasi oleh Komite Penasihat Syariah KWSP (JKPS) dan tunduk pada Kerangka Tata Kelola Syariah.
Gambar 4. Cara Mendaftar EPF/KWSP Simpanan Syariah
https://www.kwsp.gov.my/ms/w/persaraan-simpanan-shariah
Pendaftaran dapat dilakukan secara online melalui aplikasi EPF/KWSP i-Akaun dengan mengikuti beberapa langkah yang tertera hingga pendaftaran berhasil dan mendaftarkan nomor ponsel untuk tanda terima. Namun, pendaftaran juga bisa dilakukan melalui kantor EPF/KWSP. Adapun anggota yang boleh mendaftar ialah warganegara Malaysia atau bukan, semua agama, dan semua bangsa. Dan satu hal penting bahwa anggota yang sudah terdaftar tidak dapat memilih untuk kembali ke simpanan konvensional setelah tanggal berlakunya simpanan syariah.
Tapera Sebagai Berkah Rahmatan Lil Alamin atau Hanya Kemudharatan Belaka?
Perlu diketahui bahwa program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mempunyai misi untuk memaksimalkan pengerahan dana melalui program peningkatan kepesertaan berdasarkan gotong royong, keadilan, kemudahan serta keterjangkauan. Ditinjau dari tujuannya Tapera sendiri untuk mengatasi backlog perumahan yang cukup tinggi di Indonesia. Dengan populasi yang terus bertambah dan kebutuhan akan perumahan yang semakin meningkat, program ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang untuk memastikan bahwa setiap negara memiliki akses ke rumah yang layak. Sejalan dengan upaya hendak diterapkannya program Tapera tersebut, isu dampaknya ke masyarakat menjadi perhatian dalam Islam yang dikaji dalam berbagai kaidah yang sesuai oleh beberapa pemuka agama.
Islam sebagai agama yang rahmatan lil Alamin mengandung konsep keselarasan, keadilan, dan tanggung jawab terhadap alam dan makhluk di dalamnya. Konsep ini mencerminkan tanggung jawab umat manusia untuk berbagi manfaat dan kebaikan kepada seluruh ciptaan Allah. Dalam konteks program Tapera, prinsip “rahmatan lil alamin” dapat diterapkan sebagai landasan bagi upaya mengurangi backlog perumahan yang tinggi dan kesulitan masyarakat khususnya Gen Z untuk memiliki rumah di tengah tingginya bunga KPR. Tapera menjadi wadah atau sarana bagi masyarakat untuk menabung guna pembiayaan perumahan, dimana program yang dirancang untuk membantu masyarakat terutama pekerja berpenghasilan rendah dan menengah agar dapat memiliki rumah dengan cara menabung secara rutin. Penerapan konsep “rahmatan lil alamin” dalam kontek program Tapera juga menekankan pentingnya tanggung jawab kolektif dalam mengatasi ketimpangan terhadap masyarakat yang belum bisa memiliki rumah. Hal ini berarti bahwa upaya pengurangan ketimpangan tersebut bukan hanya tugas satu pihak, melainkan tanggung jawab bagi seluruh masyarakat melalui potongan gaji wajib setiap bulannya untuk iuran Tapera. Dengan mempraktikkan konsep ini, setiap entitas yang terlibat dalam program Tapera akan memainkan peran penting dalam tolong menolong sesuai prinsipnya gotong royong demi kesejahteraan bersama. Penerapan program Tapera sebagai upaya mengurangi ketimpangan terhadap masyarakat yang belum bisa memiliki rumah sejalan dengan nilai-nilai Islam tentang berbagi rahmat kepada seluruh makhluk asalkan semua sistem dari pembuat kebijakan itu jelas dan transparan kepada masyarakat, serta tidak menimbulkan kerugian.
Namun, program Tapera juga memiliki beberapa aspek yang dapat merugikan masyarakat hingga tidak dapat dikatakan sebagai “rahmatan lil alamin”. Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menolak rencana Pemerintah yang mewajibkan iuran program Tapera. Pemotongan gaji pekerja untuk iuran Tapera dianggap hanya akal-akalan untuk membiayai program makan siang gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Sunarno, 2024). Hal ini menunjukkan kekhawatiran bahwa dana yang dikumpulkan melalui Tapera tidak akan digunakan sesuai dengan tujuan aslinya untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah untuk memiliki rumah. Kurangnya transparansi dalam perumusan kebijakan Tapera menyebabkan masyarakat menuntut agar Presiden Joko Widodo mencabut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera dan peraturan turunannya, serta membuka ruang dialog yang demokratis, partisipatif, transparan, dan inklusif dalam rencana penyelenggaraan pembangunan perumahan untuk rakyat. Kekhawatiran ini mencerminkan bahwa tanpa transparansi, program Tapera dapat berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan merugikan pekerja yang dipaksa menyisihkan sebagian gajinya tanpa jaminan bahwa dana tersebut akan digunakan dengan benar. Selain itu, jika dana Tapera lebih banyak digunakan untuk membiayai proyek-proyek besar seperti pembangunan IKN, daripada untuk membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan perumahan, maka program ini akan gagal mencapai tujuannya sebagai rahmatan lil alamin. Program yang seharusnya membantu mengurangi kesenjangan sosial justru akan memperparahnya jika manfaatnya tidak dirasakan oleh mereka yang membutuhkan.
Dengan demikian, meskipun Tapera memiliki potensi untuk menjadi alat yang efektif dalam mengatasi backlog perumahan yang cukup tinggi di Indonesia, penting untuk memastikan bahwa program ini dijalankan dengan prinsip-prinsip transparansi dan keadilan. Jika tidak, maka program ini akan lebih banyak membawa mudharat daripada manfaat dan gagal menjadi rahmatan lil alamin yang sejati.
Rumah Sebagai Pilar Maqashid Syariah
Dalam konteks Islam, Al-Quran menyebutkan tempat tinggal atau rumah dengan beberapa kata, seperti: bait, maskan, dar, manzil, khiyam, atau ma’wa. Rumah (bait) atau disebut dengan tempat tinggal (maskan). Dengan adanya tempat tinggal, manusia dapat mencapai ketenangan. Pengertian rumah (bait) sebagai tempat tinggal dalam konteks fikih perumahan lebih sesuai untuk digunakan. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dijelaskan bahwa rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Dalam kitab al-Mufradat fi Gharibil Quran karya Imam Al Raghib Al Asfahani menjelaskan bahwa rumah atau tempat tinggal (sakana) adalah maskan dalam bentuk jama’ adalah masakin. Dalil berkaitan hal tersebut dalam surat Al-Ahqaf ayat 25:
تُدَمِّرُ كُلَّ شَىۡءٍ ۭ بِاَمۡرِ رَبِّهَا فَاَصۡبَحُوۡا لَا يُرٰٓى اِلَّا مَسٰكِنُهُمۡؕ كَذٰلِكَ نَجۡزِى الۡقَوۡمَ الۡمُجۡرِمِيۡنَ ٢٥
Artinya: “Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, sehingga mereka (kaum ‘Ad) menjadi tidak tampak lagi (di bumi) kecuali hanya (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa”.
Dalam Tafsir Kementerian Agama, masakinuhum ditafsirkan dengan rumah-rumah mereka. “Rumah-rumah dan bangunan-bangunan runtuh, barang-barang beterbangan, pohon-pohon kayu tumbang. Tidak ada yang kelihatan lagi, kecuali puing-puing dan tempat tinggal mereka yang telah berserakan”. Adapun dilansir dari laman Fikih Perumahan BP Tapera, Fikih perumahan merupakan ilmu tentang penerapan hukum syariah yang berkaitan dengan masalah perumahan, berdasarkan dalil-dalil yang terperinci atau detail. Ruang lingkup fikih perumahan sangat luas, karena fikih tentang perumahan tidak hanya bagian dari fikih ibadah, fikih mu’amalat, namun juga fikih peradaban (fiqh al umran). Kontribusi rumah dalam membangun peradaban umat manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup (insan al kamil) guna mencapai kesejahteraan, kebahagiaan di dunia dan akhirat. Peluncuran program Tapera di Indonesia sejalan dengan kaidah-kaidah dalam Islam yang merupakan ikhtiar untuk mencapai tujuan syariah (maqashid syariah) dan aplikasi dari fikih untuk mendapatkan rumah melalui pembiayaan perumahan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia melalui Tapera, terlebih jika dalam praktik kedepannya penyelenggara program Tapera Indonesia dapat tetap berkomitmen pada klaim asas pengelolaannya yang menjunjung tinggi gotong royong, keadilan, kemudahan serta keterjangkauan.
Solusi Berkelanjutan untuk Pembiayaan Perumahan
Secara keseluruhan, kenaikan suku bunga acuan dari bank sentral yang akan berdampak terhadap kenaikan suku bunga KPR menjadi isu krusial yang memicu upaya pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk membantu masyarakat yang belum mempunyai rumah khususnya Gen Z di tengah kondisi bunga KPR yang tinggi bahkan floating sampai dua kali lipat bunga fixednya. Program seperti Tapera menjadi salah satu mekanisme pembiayaan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini dengan asas gotong royong antara pekerja dan pemberi kerja. Program Tapera tampak menjanjikan sejalan dengan kebutuhan kondisi saat ini.
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memiliki mekanisme besaran simpanan peserta yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 15 ayat 1 PP tersebut adalah 3% dari gaji upah pekerja dan penghasilan untuk pekerja mandiri. Namun, 3% ini bukan hanya pekerja yang menanggung, tetapi 0,5% akan ditanggung oleh pemberi kerja perusahaan dan 2,5% sisanya ditanggung oleh pekerja sendiri. Dalam pasal 20 PP Tapera menyebutkan bahwa pemberi kerja wajib menyetorkan simpanan tersebut setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dengan asas pengelolaannya yang menjunjung tinggi gotong royong, keadilan, kemudahan serta keterjangkauan. Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia dan kelompok masyarakat lainnya menilai program Tapera akan memberatkan baik dari sisi pelaku usaha maupun pekerja.
Konsep ini juga terhubung dengan prinsip hukum Islam yang Rahmatan lil Alamin, dimana didalamnya mencakup gotong royong dan keadilan yang menjadi wadah atau sarana bagi masyarakat untuk menabung guna pembiayaan perumahan, adapun program yang dirancang ialah untuk membantu masyarakat terutama pekerja berpenghasilan rendah dan menengah agar dapat memiliki rumah dengan cara menabung secara rutin. Hal ini juga menunjukkan bahwa solusi untuk mencapai tujuan syariah (maqashid syariah) dan aplikasi dari fikih untuk mendapatkan rumah melalui pembiayaan perumahan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia melalui Tapera. Terlebih jika didukung oleh kerangka kerja regulasi dan struktur tata kelola yang kuat dengan memastikan transparansi, akuntabilitas, dan pengelolaan dana yang bijaksana, serta adanya opsi akun penyimpanan syariah sebagaimana yang sudah dilakukan oleh negara Malaysia yang berhasil menjalankan program EPF yang mirip dengan Tapera.
REFERENSI
Arianto, M. (2024, April 28). Suku Bunga BI Naik, Apa Bunga KPR Pasti Ikut Naik?, from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/05/03/suku-bunga-bi-naik-apa-bunga-kpr-pasti-ikut-naik
Amin, N. (2024, April 28). Suku Bunga BI Naik, Apa Bunga KPR Pasti Ikut Naik?, from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/05/03/suku-bunga-bi-naik-apa-bunga-kpr-pasti-ikut-naik
cxomedia. (2024, Mei 28). Anak Muda Sulit Punya Rumah, Tapera Jadi Jawaban atau Permasalahan?, from https://www.cxomedia.id/general-knowledge/20240528172437-55-180422/anak-muda-sulit-punya-rumah-tapera-jadi-jawaban-atau-permasalahan
Dani, I. B. (2024, Januari 24). Gen Z Ternyata Pilih Ngontrak Ketimbang Beli Rumah, from https://www.cnbcindonesia.com/news/20240124175359-4-508723/gen-z-ternyata-pilih-ngontrak-ketimbang-beli-rumah-ini-sebabnya
Eko, L. (2024, April 25). Suku Bunga BI Naik, Begini Dampaknya pada Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2024, from https://nasional.kontan.co.id/news/suku-bunga-bi-naik-begini-dampaknya-pada-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-di-2024
ExpatGo Staff (2013). Making Sense of the Employees Provident Fund (EPF) – A Guide for Foreigners in Malaysia, from https://www.expatgo.com/my/2013/08/21/making-sense-of-the-employees-provident-fund-epf-a-guide-for-foreigners-in-malaysia/
GoodStats. (2024). Gen Z Ternyata Lebih Pilih Sewa Dibanding Beli Rumah, from https://data.goodstats.id/statistic/simak-gen-z-ternyata-lebih-pilih-sewa-dibanding-beli-rumah-Jpj9w
Jaafar, R., Daly, K. J., & Mishra, A. V. (2019). Challenges facing Malaysia pension scheme in an era of ageing population. Finance Research Letters, 30, 334-340.
KWSP/EPF. (2024, Juni 5). Persaraan Simpanan Shariah, from https://www.kwsp.gov.my/ms/w/persaraan-simpanan-shariah
Moeldoko. (2024, Mei 31). Pemerintah Pastikan Tapera Tak Senasib dengan Asabri, from https://www.gatra.com/news-599789-ekonomi-pemerintah-pastikan-tapera-tak-senasib-dengan-asabri.html
Otoritas Jasa Keuangan. (2024). Infografis Rata-Rata Suku Bunga Dasar Kredit Bank Umum Konvensional Maret 2024, from https://ojk.go.id/id/kanal/perbankan/pages/suku-bunga-dasar.aspx
pusatdata.kontan.co.id. (2024, Juni 20). BI 7-DAY (REVERSE) REPO RATE, from https://pusatdata.kontan.co.id/makroekonomi/bi_rate
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011, tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Wahyu, R. (2024, Juni 4). Pro dan Kontra Program Tapera di Kalangan Pekerja dan Pengusaha, from https://www.rri.co.id/daerah/736286/pro-kontra-program-tapera-di-kalangan-pekerja-dan-pengusaha
Winang, B. (2024, April 13). Bisnis KPR Tumbuh Subur pada Awal Tahun, Segmen KPR Subsidi Paling Moncer, from https://keuangan.kontan.co.id/news/bisnis-kpr-tumbuh-subur-pada-awal-tahun-segmen-kpr-subsidi-paling-moncer
World Bank Group. (2018). Case Study on the Employees Provident Fund of Malaysia, from https://www.worldbank.org/en/country/malaysia/publication/case-study-on-the-employees-provident-fund-of-malaysia