Skip to content

IBEC FEB UI

Home » Artikel » Personal Values Underlying Halal Food Consumption: Evidence from Indonesia and Malaysia

Personal Values Underlying Halal Food Consumption: Evidence from Indonesia and Malaysia

Oleh: Nisrinna Fauziah Ananda (Bisnis Islam 2022)

Latar Belakang

Terdapat peningkatan minat pada produk makanan halal secara global sebesar $1.128 miliar pada tahun 2014 dan pada tahun 2020 diperkirakan dapat mencapai $1.585 miliar. Hal ini diyakini karena adanya peningkatan populasi konsumen Muslim dan peningkatan kesadaran akan kewajiban beragama khususnya kepatuhan terhadap aturan konsumsi yang diperbolehkan dalam Islam. Selain itu, peningkatan ini juga berasal dari konsumen non-Muslim yang percaya bahwa “halal” adalah standar dari sebuah makanan yang layak untuk dikonsumsi. Walau demikian, konsumen Muslim tetap menjadi mayoritas dan inti dari produk makanan halal.

Melihat peningkatan yang signifikan pada skala global sebelumnya, perlu untuk memahami alasan dibalik dari peningkatan tersebut. Pemahaman tersebut nantinya dapat digunakan oleh para produsen untuk melacak dan mengikuti permintaan pasar muslim dengan memasarkan produk makanan mereka yang sesuai dengan kualifikasi konsumen muslim. Begitu juga dengan pemerintah yang melakukan promosi dan sertifikasi halal terhadap produk makanan produsen, hal tersebut dapat membantu meningkatkan strategi pemasaran produk makanan halal milik produsen.

Menurut studi yg telah dilakukan terhadap muslim di Belgia, nilai-nilai pribadi ternyata mendasari perilaku mereka untuk memilih produk halal. Dalam Hal ini contohnya berupa daging bersertifikat halal, mereka memiliki kemauan dan kecenderungan untuk membayar harga hingga 13 persen lebih tinggi untuk toko daging milik Muslim dibandingkan supermarket. Penelitian ini dilakukan untuk menambah literatur yang ada dengan mengetahui bagaimana konsumen Muslim di Indonesia dan Malaysia membuat keputusan terkait dengan makanan halal.

Tujuan dan Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh para penulis karena keingintahuan mereka akan hubungan nilai-nilai pribadi dengan keputusan dalam mengkonsumsi makanan halal berdasarkan data yang diambil dari 130 Muslim Indonesia dan 80 Muslim Malaysia.

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara soft laddering dalam membantu peneliti mengidentifikasi aspek yang paling signifikan dari atribut produk yang disukai konsumen dengan konsekuensinya untuk memperoleh nilai-nilai pribadi yang mendorong pilihan perilaku mereka. Kemudian, atribut-atribut tersebut dianalisis menggunakan pendekatan means-end chain (MEC) serta literatur-literatur yang ada terkait makanan halal dan makanan pada umumnya. Subjek dari penelitian ini adalah Muslim yang sebagian besar berdomisili di Jakarta dan Kuala Lumpur, yang mana terdiri dari individu dan wanita yang sudah menikah. Sampel ini diambil atas dasar pengamatan bahwa mereka telah membeli makanan halal dari supermarket atau toko kelontong.

Pembahasan Temuan

Berdasarkan kasus yang ditemukan di Jakarta, ditemukan keterkaitan yang kuat dengan atribut “ketetapan Allah” yang menunjukkan prinsip, hukum, dan aturan islam yang diikuti. Hal ini dimaksudkan bahwa konsumsi makanan halal yang sesuai dengan ajaran islam akan memberi manfaat kehidupan yang aktif, masa depan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih baik setelah kematian. Sementara itu, kasus yang ditemukan di Kuala Lumpur memiliki kaitan yang kuat dengan atribut utama “bersih”, yang berarti bahwa makanan olahan yang bersertifikat halal adalah tidak mengandung babi dan produk turunan sejenisnya. Hal ini diperlukan dalam mengikuti ajaran islam yang diyakini dapat meningkatkan kesehatan dan aktualisasi diri sebagai seorang Muslim yang baik.

Seperti terungkap dalam penelitian ini, sampel Muslim Indonesia dan Malaysia yang memiliki latar belakang berbeda ternyata berbagi nilai yang sama dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan konsumsi makanan halal karena didorong nilai-nilai agama. Dalam ajaran Alquran, pemeluk Islam diwajibkan hanya makan makanan halal. Konsumsi halal sendiri ini merupakan pendekatan objektif untuk menunjukkan keimanan dan ketundukan kepada Allah dengan anggapan bahwa mematuhi hukum agama akan membawa mereka pada kehidupan yang lebih baik di dunia dan akhirat. Dengan demikian, penelitian ini mendukung studi makanan lainnya terkait peran khusus agama dalam mempengaruhi perilaku konsumen seperti temuan Bonne et al. (2018) yang memprediksikan kecenderungan untuk membeli daging halal melalui sikap terhadap kesehatan masyarakat Muslim di Prancis.

Hikmah dan Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa keputusan konsumsi Muslim terhadap makanan halal didorong oleh nilai-nilai pribadi terutama nilai yang dipengaruhi agama. Hal ini menunjukkan bahwa bagi umat Islam, makanan halal lebih dipilih daripada sekadar pemenuhan aspek fungsional konsumerisme. Pemahaman akan nilai-nilai tersebut sangat berguna bagi para produsen dan pengusaha bisnis makanan untuk meningkatkan promosinya melalui pembuatan sertifikasi halal agar sesuai dengan keinginan konsumen Muslim.

Pendapat dari Pengulas

Melihat dari konsumen yang peduli akan kehalalan suatu produk, maka para produsen atau pengusaha yang ingin meningkatkan penjualan bisa mengikuti kemauan mereka dengan cara membuat sertifikasi halal ke lembaga terkait dengan cara berikut https://www.bfi.co.id/id/blog/cara-membuat-sertifikat-halal-terbaru.

Meskipun, sertifikat dan logo halal memang menjadi salah satu identitas yang bisa dilihat apakah suatu makanan tersebut halal. Konsumen perlu teliti kembali kesesuaian antara identitas halal tersebut dengan brand atau merek makanan yang terdaftar di lembaga kehalalan melalui website https://halalmui.org/search-product/. Hal ini dikarenakan tidak menutup kemungkinan ada pelaku usaha yang nakal atau melakukan tindakan tak bertanggung jawab dengan cara mengambil atau membuat logo dan sertifikat halal secara ilegal. Artinya, produk mereka memiliki logo dan sertifikasi halal tanpa benar-benar melakukan proses sertifikasi halal sesuai prosedur legal yang berlaku.