Skip to content

IBEC FEB UI

Home » Artikel » Pemuda Berdamai dengan Risiko: Studi Analisis Peluang dan Tantangan Asuransi Syariah di Indonesia dalam Mengentaskan Kemiskinan dan Menanggulangi Dampak Buruk Perubahan Iklim

Pemuda Berdamai dengan Risiko: Studi Analisis Peluang dan Tantangan Asuransi Syariah di Indonesia dalam Mengentaskan Kemiskinan dan Menanggulangi Dampak Buruk Perubahan Iklim

  • I-Share

Oleh: Panji Muhammad Iqbal Raharjo (Juara 1 Open Submission I-Share)

Latar Belakang Urgensi Kepemilikan Asuransi

Realitas kehidupan yang ditempa dengan berbagai risiko yang kini, terus, dan akan menyertai individu di masa depan menjadi bukti atas pentingnya kepemilikan asuransi. Dalam lingkup regional, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan terhadap bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi karena terletak di kawasan Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Selain itu, kerentanan wilayah Indonesia terhadap dampak buruk perubahan iklim akibat emisi karbon berlebih juga meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir, kekeringan, kebakaran, serta peningkatan suhu dan permukaan air laut yang dapat meningkatkan korban jiwa. Lebih lanjut, risiko dengan eksposur yang jauh lebih dekat dengan kehidupan akibat kelalaian individu dalam memperhatikan kesehatan jasmani dan rohani, seperti gaya hidup tidak sehat dan malas berolahraga dapat meningkatkan risiko terserang penyakit.

Asuransi berpotensi untuk membantu individu dalam mengatasi bencana kekaharan, menjaga kelangsungan kehidupan, meningkatkan sumber pendanaan darurat, serta menjamin kelangsungan pendidikan anak di masa mendatang. Akan tetapi, terlepas dari keterlibatan risiko dalam kehidupan sehari-hari, penetrasi asuransi di Indonesia masih tergolong rendah akibat rendahnya indeks literasi asuransi dan persepsi negatif yang seringkali mendasarinya, seperti biaya kontribusi yang mahal, ketidakpraktisan, dan dana yang menjadi hangus karena premi yang tidak digunakan oleh peserta. Akan tetapi, tercatat pada kuartal keempat tahun 2021, penetrasi asuransi konvensional masih menduduki posisi dominan dalam industri IKNB (Industri Keuangan Non-Bank) sebesar 3,18% dengan tingkat densitas Rp1,82 juta dibandingkan dengan penetrasi asuransi syariah sebesar 0.122% dengan tingkat densitas Rp75.377. Oleh karena itu, indikator penetrasi maupun densitas memberikan kesimpulan bahwa tingkat pengeluaran masyarakat Indonesia untuk produk asuransi syariah jauh lebih kecil dibandingkan tingkat pengeluaran untuk produk konvensional.

Meskipun demikian, asuransi syariah dapat hadir sebagai solusi alternatif dalam menutup kesenjangan yang diciptakan oleh asuransi konvensional dengan model bisnis yang lebih terjangkau, akuntabel, transparan, dan bermanfaat bagi seluruh anggota. Selain itu, model bisnis asuransi yang telah disesuaikan dengan prinsip dan nilai Islam dapat memberikan jaminan keamanan dan kepatuhan bagi segmen masyarakat konformis melalui kontrak yang terbebas dari unsur transaksi yang diharamkan oleh syariat pada praktik asuransi konvensional, seperti unsur riba (tambahan), maysir (judi), dan gharar (ketidakjelasan). Di sisi lain, esensi produk asuransi yang lebih dari sekadar penekanan unsur halal dan haram menjadikan industri asuransi syariah harus segera berinovasi dan beradaptasi, khususnya dalam rangka meningkatkan permintaan dari segmen masyarakat universalis yang cenderung menekankan aspek fungsionalitas produk dibandingkan aspek kepatuhan terhadap nilai syariat.

Maka dari itu, asuransi syariah sangatlah berpotensi untuk meningkatkan perhatian dan minat, khususnya bagi para pemuda yang kini sensitif dan peduli terhadap isu sosial dan lingkungan agar dapat merealisasikan objektif mereka yang secara umum ingin meningkatkan kualitas dan hajat hidup masyarakat. Konsep dan nilai dasar asuransi syariah yang menginternalisasikan nilai ta’awun (tolong menolong) dan takaful (saling menanggung risiko) sangatlah sinergis dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau serangkaian tujuan pembangunan berkelanjutan yang hendak direalisasikan oleh bangsa-bangsa di dunia hingga tahun 2030 mendatang. Oleh karena itu, peran pemuda dapat difasilitasi secara aktif sebagai aktor penggerak pembangunan berkelanjutan, terutama di Indonesia, khususnya dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan mencegah dampak perubahan iklim secara signifikan. Namun, tentunya potensi pemuda Indonesia yang signifikan haruslah disokong dengan pengembangan infrastruktur asuransi syariah yang memadai dan terencana dengan mengikuti tren yang disenangi oleh para pemuda yang kini menekankan esensi digitalisasi, nilai unik, dan inovasi.

Hiruk Pikuk Konsep Fundamental Asuransi Syariah

Berdasarkan Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) №21/DSNMUI/X/2001, asuransi syariah merupakan suatu bentuk usaha yang bertujuan untuk membentuk perlindungan dan ajang tolong-menolong di antara sekelompok individu melalui dana tabarru’ atau dana sosial dan investasi aset dalam rangka menghadapi probabilitas risiko/bahaya di masa depan dengan akad akad yang sesuai syariah. Selain itu, Iqbal (2008) juga mengatakan bahwa takaful (asuransi syariah) adalah sebuah usaha untuk mengatur pengelolaan risiko dengan ketentuan sesuai syariah di mana para peserta secara mutual saling tolong menolong antara satu sama lain. Lebih lanjut, Djazuli (2002) juga lantas menambahkan bahwa asuransi syariah memiliki beberapa istilah umum yang mengandung substansi/makna yang sejatinya sama saja, yakni at-ta’min dan takaful yang berarti saling menanggung risiko satu sama lain.

Asuransi syariah menginternalisasikan kedua nilai utama dalam model bisnisnya, yakni ta’awun (saling tolong-menolong) dan tabarru’ (saling menanggung risiko) (Buana, 2022). Hal inilah yang menjadi perwujudan utama dari Surah Al-Maidah Ayat 2 di mana Allah memerintahkan dan mendorong manusia untuk saling tolong-menolong dalam segala perbuatan yang mengandung kebajikan dan takwa, serta melarang individu dalam berbuat dosa dan kemaksiatan yang dilarang dalam syariat.

َوانعُدَْْوالِمَْْلِثْوا َعلَى اَونُۖى َوََل تَعَاٰوَوالتَّقِْ ِرِّبْْوا َعلَى الَونَُوتَعَاِ

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

Nilai asuransi syariah memiliki banyak konvergensi dengan kepribadian masyarakat Indonesia dan prinsip Pancasila yang sering menekankan semangat gotong-royong dan persaudaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, menurut Buana (2022), asuransi syariah berdiri atas ketiga prinsip fundamental, yakni sharing of risk (saling berbagi risiko melalui dana tabarru’), socially responsible (tanggung jawab bersama), dan justice (keadilan atas kontribusi peserta yang tidak hangus).

Menurut Buana (2022), asuransi syariah dapat berperan sebagai instrumen keuangan yang dapat menjaga kelangsungan hidup sekelompok orang yang memiliki ketergantungan terhadap diri orang lain. Asuransi dapat menciptakan dana darurat siap pakai yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan prioritas, seperti peristiwa kecelakaan, biaya pendidikan, kebutuhan hidup, serta utang yang belum dilunasi. Selain itu, asuransi juga dapat memberikan jaminan terhadap risiko langsung maupun tidak langsung yang dapat memengaruhi kesejahteraan dari individu yang bersangkutan, seperti halnya risiko perubahan iklim yang dapat meningkatkan risiko rusaknya aset fisik dan bangunan, serta risiko kesehatan akibat kelalaian individu dalam memperhatikan kesehatan jasmani dan rohaninya.

Konsep Akad Tabarru’ Sebagai Nilai “Esensial” dalam Asuransi Syariah

Secara umum, akad tabarru’ diartikan sebagai akad tolong menolong antara sesama peserta asuransi (takaful) (Jalil, 2008). Selanjutnya, menurut Sudarsono (2004), akad tabarru’ bermaksud untuk memberikan suatu dana kebajikan secara ikhlas dalam rangka menanggung risiko secara bersama-sama di antara peserta asuransi ketika salah satu peserta mengalami sebuah peristiwa/musibah. Sebagai gantinya, para peserta akan membayar sejumlah kontribusi yang nantinya akan dikumpulkan secara bersama (pool of fund) dalam dana tabarru’. Kontribusi yang telah diberikan oleh peserta ketika telah mencapai maturity, maka disesuaikan dengan kebijakan dari perusahaan asuransi syariah terkait yang biasanya mengembalikan sejumlah kontribusi dari dana tabarru’ ketika peserta berhasil untuk mematuhi dan mengikuti ketentuan yang telah dipersyaratkan oleh perusahaan asuransi.

Menurut Sudarsono (2004), klaim merupakan hak yang diajukan oleh peserta asuransi kepada perusahaan asuransi dalam rangka menanggulangi risiko/musibah di mana peserta tersebut dibebankan sesuai dengan mekanisme yang telah dipersyaratkan dan disetujui oleh kedua belah pihak ketika memutuskan untuk menjalin kerja sama dalam asuransi. Adapun, kontribusi merupakan sejumlah uang yang diberikan oleh peserta sebagai bentuk kesepakatan antara perusahaan asuransi dan peserta yang disesuaikan dengan maksud dari asuransi syariah, yakni berdasarkan prinsip ta’awun atau saling tolong-menolong dan tanggung menanggung dalam suatu risiko yang dihadapi oleh salah satu/beberapa peserta asuransi sehingga dana kontribusi tidak akan hangus begitu saja. Konsep ini

bertolak belakang dengan konsep asuransi konvensional di mana premi yang telah dibayarkan oleh peserta memiliki kemungkinan untuk hangus apabila peserta tidak mengalami musibah kecelakaan, kematian, ataupun sesuatu yang menyulitkan lainnya (Buana, 2022).

Tujuan Pengentasan Kemiskinan dan Penanganan Dampak Perubahan Iklim dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Dilansir dari ulasan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah) Provinsi Yogyakarta (2019) mengenai tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) yang dirumuskan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2015 lalu yang merupakan sebuah agenda global yang bertujuan untuk merealisasikan dan meningkatkan kesejahteraan manusia yang berlandaskan pada prinsip pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Lebih lanjut, agenda pembangunan ini tercermin melalui 17 tujuan dan 169 target yang presisi, terukur, dan terarah yang telah disepakati oleh 193 negara di dunia saat ini. Adapun, beberapa dari tujuan pembangunan berkelanjutan ini, seperti pengentasan kemiskinan, serta penanggulangan terhadap dampak buruk perubahan iklim.

Pertama, tujuan pembangunan berkelanjutan yang difokuskan pada tindakan nyata untuk mengentaskan segala bentuk kemiskinan pada skala global. Menurut United Nations (2015), kemiskinan merupakan bentuk keterlambatan dari kehidupan yang berkelanjutan akibat minimnya pendapatan dan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh individu. Akan tetapi, masalah kemiskinan tidak hanya didasarkan pada ketidakmampuan ekonomi saja, tetapi juga ketiadaan/kekurangan akses dari aspek multidimensional, seperti kelaparan, malnutrisi gizi, diskriminasi sosial, serta rendahnya partisipasi dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, dengan merealisasikan secara bertahap segala upaya yang dapat mengentaskan permasalahan kemiskinan, tindakan ini berpotensi untuk membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan inklusivitas kebutuhan mendasar, seperti kesehatan, pendidikan, serta akses air bersih dan sanitasi keluarga, dan mengurangi potensi konflik akibat ketidakstabilan politik sosial yang terjadi

Kedua, tujuan pembangunan berkelanjutan yang difokuskan untuk menangani dampak buruk perubahan iklim melalui realisasi tindakan penanganan perubahan iklim yang sesegera mungkin. Menurut Jinga (2021), masalah perubahan iklim saat ini secara signifikan disebabkan oleh emisi gas rumah kaca yang meningkat, khususnya gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan melalui aktivitas pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia. Dalam waktu dekat, konsentrasi CO2 di atmosfer diperkirakan akan terus meningkat bersamaan dengan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim. Kondisi iklim Bumi yang semakin memanas memiliki konsekuensi yang sangat tidak diinginkan bagi manusia, mulai dari risiko meningkatnya bencana alam, rentannya penyebaran wabah penyakit, musnahnya keanekaragaman hayati, kemiskinan, disrupsi ketahanan pangan, sampai dengan kerugian aktivitas operasional dan keuangan bisnis perusahaan yang semakin meningkat. Berdasarkan ulasan Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah) Provinsi Yogyakarta, pada lingkup domestik, secara umum penanganan perubahan iklim berfokus pada tiga aspek utama, yakni pengurangan risiko bencana (PRB), pengurangan korban akibat bencana, dan tindakan adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim yang direalisasikan melalui serangkaian kebijakan dan regulasi oleh badan pemerintah resmi maupun bukan pemerintah. Sebagai contoh spesifik, pemerintah daerah DIY menekankan strategi ini melalui program pengelolaan pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan kedaruratan dan logistik bencana, serta pengakomodasian rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Selain itu, pemerintah daerah DIY melalui RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2017–2022 menetapkan serangkaian indikator sebagai tolak ukur kesuksesan intervensi yang diberikan oleh instansi pemerintah maupun bukan pemerintah, yakni adanya penurunan Indeks Risiko Bencana (IRB), penurunan emisi gas rumah kaca yang signifikan, dan peningkatan proses pengawasan dan pelaporan emisi gas rumah kaca.

Peluang Kontribusi Asuransi Syariah dalam Menangkal Risiko Iklim dan Kemiskinan

Terdapat hubungan antara perubahan iklim dan peningkatan angka kemiskinan di mana dampak yang dirasakan oleh orang miskin jauh lebih besar dibandingkan dengan orang kaya dilihat melalui tingkat penderitaan akibat kondisi finansial penuh keterbatasan atas trade-off yang lebih tinggi terhadap penderitaan, sedangkan orang kaya cenderung tidak merasakan dampak tersebut sebagai “beban di pundak” mengingat sumber daya yang lebih tinggi dapat menutup kesenjangan terkait. Selain itu, masalah perubahan iklim berdampak signifikan terhadap kesejahteraan sosial maupun ekonomi di mana permasalahan ini dapat memicu hilangnya hak asasi manusia (HAM) dasar, yakni kebutuhan absolut terhadap tempat tinggal, akses air bersih dan sanitasi, serta kebutuhan terhadap nutrisi (Kemenkeu, 2019).

Lebih lanjut, Kemenkeu (Kementerian Keuangan) (2019) menyebutkan pula bahwa setidaknya terdapat tiga peran penting dari asuransi, terutama asuransi syariah dengan prinsip tolong menolongnya, yakni penanganan dampak kemiskinan, pemitigasian risiko bencana dari dampak buruk perubahan iklim, serta penyediaan solusi alternatif bagi masyarakat yang tidak dapat menggunakan akses asuransi konvensional karena kepercayaan maupun kurangnya inklusi, seperti pada daerah terpencil dan rawan. Melalui sistem operasional asuransi syariah, penanggulangan salah satu/beberapa peserta yang terdampak risiko, seperti risiko bencana alam dapat menggunakan dana tabarru’ sosial sebagai sumber pendanaan utama dalam rangka menanggulangi dan menghentikan risiko yang lebih besar, seperti kemungkinan terjatuh ke dalam kemiskinan akibat harta yang lenyap/hilang yang dapat menciptakan berbagai masalah turunan. Selain itu, kontribusi peserta yang tidak hanya dialokasikan pada dana tabarru’ dapat diinvestasikan melalui instrumen keuangan syariah yang dapat memberikan imbal hasil (return) yang halal. Manfaat dari hasil investasi ini secara signifikan dapat menciptakan alokasi pendanaan yang lebih maksimal yang dibarengi dengan kontribusi dari dana tabarru’ apabila peserta dapat menyelesaikan hak dan kewajiban sesuai dengan persyaratan awal dengan perusahaan asuransi. Terlebih lagi, peluang ini dapat menciptakan penetrasi pasar tambahan dari kelompok masyarakat Muslim yang menolak penggunaan asuransi konvensional di mana agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

Faktor Digitalisasi Asuransi Syariah

Pesatnya era digitalisasi yang semakin mendorong kemudahan dan kecepatan individu dalam melaksanakan setiap aktivitas yang dikerjakannya secara efektif dan efisien semakin mendorong adanya proses inklusi akses terhadap teknologi digital yang semakin masif dan modern. Menurut Amelia (2021), perkembangan digitalisasi haruslah dimanfaatkan dengan sebaik mungkin mengingat manfaatnya dapat mendorong tingkat efisiensi, menekankan fleksibilitas, serta memastikan efektivitas aktivitas operasional bisnis. Kesempatan positif ini dapat dimanfaatkan oleh industri asuransi syariah yang dapat menghadirkan intensifikasi layanan asuransi berbasis digital yang didukung oleh peluangnya yang sangat besar, mulai dari peluang pertumbuhan pangsa pasar dan aset, adanya bonus demografi generasi produktif pada tahun 2045 yang didominasi oleh pemuda, serta regulasi dan fatwa produk asuransi syariah yang didukung secara resmi oleh pemerintah. Hal ini berpotensi untuk mengembangkan potensi industri asuransi syariah secara maksimal dengan prasyarat bahwa industri asuransi memperhatikan dengan baik inovasi digital apa sajakah yang dapat ditawarkan kepada nasabah, serta tantangan yang harus dihadapi demi mendukung resiliensi dan daya saing industri asuransi syariah terhadap IKNB lainnya secara berkelanjutan di masa mendatang.

Strategi Pengembangan Infrastruktur Asuransi Syariah Terintegrasi pada Era Digital

Menurut Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), asuransi syariah menunjukkan pertumbuhan kinerja yang sangat baik per September 2021 lalu. Tercatat sampai dengan kuartal ketiga tahun 2021, kontribusi bruto asuransi syariah tumbuh pesat hingga 41,32% year-on-year (yoy) dengan total pembukuan nilai sebesar Rp11,95 triliun maupun aset industri asuransi syariah yang tumbuh sebesar 6,1% yoy. Menurut Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah pada Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat, industri asuransi syariah memiliki peluang dan potensi yang besar untuk terus bertumbuh melalui beberapa faktor pendukung, yakni peningkatan minat Muslim milenial untuk berinvestasi dan berasuransi syariah, peningkatan segmen masyarakat konformis, serta peningkatan digitalisasi sektor industri keuangan syariah. Oleh karena itu, melalui implementasi strategi transformasi digital, perusahaan asuransi syariah diharapkan dapat menghadirkan akses layanan yang lebih masif, inklusif, serta efisien.

Di lain sisi, peluang strategi digitalisasi yang dapat meningkatkan pertumbuhan industri asuransi syariah harus diiringi dengan peningkatan literasi dan pemahaman masyarakat Indonesia mengenai produk asuransi syariah itu sendiri. Selain itu, Ma’ruf Amin selaku Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh industri asuransi syariah, seperti minimnya diferensiasi dan keunikan produk asuransi syariah, minimnya kapasitas sumber daya manusia yang profesional, serta minimnya promosi dan eksposur asuransi syariah untuk menjangkau pangsa pasar potensial. Oleh karena itu, penulis merumuskan beberapa rekomendasi strategis yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan asuransi syariah, antara lain:

a) Proyeksi Strategis Pengembangan Produk Terdiferensiasi

Menurut penulis, keselarasan prinsip ta’awun dan tabarru’ asuransi syariah dengan prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan haruslah dimanfaatkan dengan sebaik mungkin melalui proses penciptaan nilai (value-added) yang terdiferensiasi. Industri asuransi syariah tidak dapat tertinggal oleh inovasi yang diciptakan oleh industri konvensional. Terlebih lagi, adanya peningkatan tingkat literasi digital masyarakat pada era digital haruslah diiringi pula dengan proses akselerasi inklusi akses asuransi syariah yang memadai. Pelayanan digital harus menjamin keamanan dan kualitas hak yang didapatkan oleh peserta, seperti kelengkapan informasi, perlindungan hukum, kenyamanan dan kemudahan akses, serta penanggulangan risiko layanan yang baik. Dengan adanya faktor digitalisasi sebagai media pendukung, asuransi syariah dapat mengembangkan produk yang berhubungan erat dengan nilai dan tujuan SDGs, khususnya produk yang berfokus pengentasan kemiskinan dan penanggulangan risiko iklim. Produk terdiferensiasi ini sangat mungkin untuk menyasar kalangan anak muda maupun kalangan yang sensitif terhadap tujuan berkelanjutan mengingat literasi, minat, dan kesadaran mereka terhadap objektif SDGs yang cukup baik.

b) Proyeksi Strategis Pengembangan Profesionalisme Sumber Daya Manusia

Menurut Redhika & Mahalli (2014), tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas sumber daya manusia yang mumpuni dapat mempengaruhi kinerja industri asuransi syariah secara positif, tetapi kondisi ini masih terbatas untuk dijumpai pada industri asuransi syariah. Adapun, beberapa strategi esensial dalam meningkatkan kualitas sumber daya dapat dilakukan dengan memberikan program training intensif bagi pekerja, terutama pada pemberdayaan kompetensi individu berupa peningkatan pengetahuan dasar dan khusus dan keahlian kerja, serta kompetensi teknis dalam pekerjaan. Berikutnya, bentuk kerja sama yang menguntungkan antara industri asuransi syariah dan institusi kampus juga memberikan manfaat yang konstruktif melalui program literasi keuangan Islam oleh peneliti ataupun dosen yang kompeten dan juga magang yang difokuskan pada industri asuransi syariah. Lebih lanjut, upaya demikian dimaksudkan untuk meningkatkan perhatian dan minat para calon pekerja yang memiliki kompetensi tinggi agar secara bersama-sama dapat meningkatkan tingkat resiliensi dan daya saing industri asuransi syariah di masa mendatang.

c) Proyeksi Strategis Pengembangan dan Peningkatan Efisiensi Tata Kelola Perusahaan

Prospek pengembangan dan peningkatan efisiensi tata kelola perusahaan dapat ditingkatkan apabila perusahaan menangani dengan baik permasalahan yang bersumber dari kualitas pelayanan maupun kapabilitas teknologi. Menurut Janjua dan Akmal (2014), perusahaan dapat meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan dengan mengedepankan tanggung jawab berupa faktor daya tanggap atau kesiapan dalam menangani permasalahan konsumen dengan layanan yang tanggap dan cepat, faktor kenyamanan yang ditentukan oleh kemudahan pelayanan, serta faktor kepatuhan di mana operator harus menyesuaikan seluruh kaidah bisnis dengan prinsip syariat Islam. Selain itu, kapabilitas teknologi yang mumpuni turut mendukung pengembangan industri asuransi syariah di mana prospek digitalisasi dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, seperti penyelenggaraan akses digital asuransi, serta penggunaan taktik media sosial untuk mempromosikan produk dengan seunik dan semenarik mungkin dan membuka keleluasaan bagi konsumen untuk memberikan tanggapan kepuasan yang dapat menjadi benchmarking perusahaan di masa mendatang. Beberapa faktor ini ditegaskan agar dapat menjaga kesetiaan dari para pelanggan pada jangka panjang. Jika dikaitkan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, selain menerapkan konsep tata kelola perusahaan yang Islami, perusahaan juga dapat menerapkan strategi keberlanjutan ESG (Environmental, Social, dan Governance) yang dapat menjaga keberlangsungan aktivitas bisnis perusahaan pada jangka panjang, menjadi kaidah manajemen dasar yang menginternalisasikan ketiga faktor ESG dalam metodologi investasi perusahaan, serta meningkatkan performa keuangan pada jangka panjang di mana isu kecukupan dan efisiensi permodalan masih menjadi isu utama dalam industri asuransi syariah (Jinga, 2021).

d) Proyeksi Strategis Peningkatan Promosi Produk dan Literasi Konsumen

Urgensi terhadap peningkatan kualitas promosi produk asuransi menjadi hal yang sangat krusial dalam menjaga resiliensi dan daya saing produk syariah terhadap produk konvensional. Permasalahan mendasar dalam industri asuransi syariah adalah kekurangan bentuk promosi strategis yang dapat meningkatkan eksposur dan kesadaran masyarakat terhadap partisipasi penggunaan produk asuransi syariah (Hidayat, 2015). Aktivitas promosi yang melibatkan periklanan, penawaran pribadi, dan relasi masyarakat haruslah terus ditingkatkan dengan strategi dasar yang mendukung, seperti kerja sama dengan institusi pendidikan dalam memperkenalkan produk asuransi syariah yang diiringi dengan penyuluhan literasi keuangan Islam yang memadai, kerja sama konstruktif antara bank atau perusahaan komersial dan perusahaan asuransi dalam upaya penanggulangan segala risiko operasional bisnis, pengenalan mengenai risiko dasar dan prinsip asuransi syariah kepada pemuda yang dapat dikembangkan secara tematik atau dapat dikaitkan dengan tren yang sedang marak diperagakan atau didiskusikan hingga hari ini, seperti tujuan pembangunan berkelanjutan/SDGs di mana kecenderungan para pemuda yang semakin mengkonsiderasikan dan menginternalisasikan dampak lingkungan maupun sosial dalam segala aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari, serta proses intensifikasi pemasaran melalui kanal media sosial dengan teknik strategis berupa penekanan isu insidental dan pemberian solusi dari pembekalan literasi digital yang mengarah pada penawaran produk asuransi syariah.

Kesimpulan dan Saran

Peluang dan tantangan asuransi syariah yang dapat mendukung pencapaian terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals), khususnya dalam mendukung pencapaian objektif kedua sasaran utama, yakni pengentasan kemiskinan dan penanganan perubahan iklim secara konsekutif haruslah dimanfaatkan dan dijawab dengan baik. Tujuan ini memiliki potensi dalam meningkatkan daya saing dan resiliensi iklim bisnis industri asuransi syariah terhadap industri konvensional yang juga semakin mendiferensiasikan produknya asuransinya berdasarkan tren yang kini sering digaungkan dan diprioritaskan oleh masyarakat mancanegara saat ini. Hal ini bukanlah semata-mata untuk mempertahankan keberlangsungan bisnis pada jangka panjang melalui peningkatan kepuasan dan kesadaran konsumen terhadap asuransi, melainkan juga menekankan pentingnya kepemilikan asuransi ketika untuk menjaga diri sendiri kondisi kehidupan semakin tidak pasti karena banyaknya risiko yang terlibat, seperti adanya peningkatan risiko dampak perubahan iklim yang memiliki pengaruh terhadap angka kemiskinan dan penderitaan. Harapannya langkah ini mendapatkan respons baik dari masyarakat yang semakin mengetahui kandungan makna lebih dalam pada konsep asuransi syariah yang tidak hanya menekankan hukum syariat bebas terhadap transaksi riba, gharar, dan masysir, tetapi juga konsep ta’awun dan tabarru’ yang memiliki keselarasan dengan tujuan SDGs yang dirumuskan oleh United Nations.

Penulis menyarankan adanya telaah lebih dalam terhadap penciptaan kerangka model bisnis asuransi syariah yang dapat mengakomodasi rekomendasi yang telah dirumuskan sebelumnya. Hal ini bermanfaat dalam menentukan feasibilitas dari konsep kerangka asuransi terdiferensiasi yang telah diselaraskan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, pembahasan spesifik terkait strategi pemasaran yang tepat sasaran, efektif, dan efisien untuk menjangkau kalangan muda yang sarat akan nilai yang dikarakterisasi oleh aspek SDGs dibutuhkan untuk menilai seberapa besar potensi sebenarnya maupun tersembunyi dari model bisnis asuransi syariah yang selaras dengan objektif SDGs di mana kedepannya dapat dikembangkan melalui tujuan lainnya, selain kedua objektif yang penulis telah sampaikan dalam penulisan ilmiah ini. Wallahu A’lam Bishawab.

Referensi

Amelia, Finka F.P. (2021, December 30). Asuransi Syariah Siap Bersaing di Era Digitalisasi. Retrieved from Kumparan.com’s Website https://kumparan.com/vnkfpa/asuransi-syariah-siap-bersaing-di-era-digitalisasi 1xD8sJtBZlt.

Bappeda DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) (2019). Tujuan Pembangunan Berkelanjutan: Telaah Pengentasan Kemiskinan dan Penanganan Perubahan Iklim. Retrieved from http://bappeda.jogjaprov.go.id/dataku/sdgs/.

H. A. Djazuli, d. (2002). Lembaga Perekonomian Umat Cet. II. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Hidayat, S.E. (2015). The role of education in awareness enhancement of Takaful: a literature review. International Journal of Pedagogical Innovations, Vol. 03 №2, pp. 107–112.

Iqbal, M. (2008). Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.

Janjua, P.Z. and Akmal, M. (2014). A comparative analysis of customers’ satisfaction for conventional and Islamic insurance companies in Pakistan. International Journal of Economics and Finance, Vol. 6 №4, pp. 36–50.

Jinga, P. (2021). The Increasing Importance of Environmental, Social, and Governance (ESG) Investing in Combating Climate Change. Environmental Management. doi: 10.5772/intechopen.98345.

Kalla Buana, G. (2022, January 28). Mari Kita Saling Jaga: Menilik Konsep Asuransi Syariah. Retrieved from Kalla Buana’s personal Instagram account. https://www.instagram.com/p/CZQSNibPQdO/.

Kemenkeu. (2019). Peran Asuransi dalam Pencapaian Sustainable Development Goals. Retrieved from https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan opini/peran-asuransi-dalam-pencapaian-sustainable-development-goals/.

Ma’ruf Abdul Jalil. (2008). al-Qur’an as-Sunnah Ash-Shahihah. Jakarta: Pustaka As- Sunnah.

Meilanova, R. D. (2021). Kontribusi Bruto Asuransi Syariah Tumbuh 41,32 Persen di Kuartal III/2021. Retrieved from Bisnis.com’s Website: https://finansial.bisnis.com/read/20211222/231/1480485/kontribusi-bruto asuransi-syariah-tumbuh-4132-persen-di-kuartal-iii2021.

Meilanova, R. D. (2022). Wapres Ma’ruf Amin Ungkap Tantangan Industri Asuransi Syariah. Retrieved from Bisnis.com’s Website: https://finansial.bisnis.com/read/20220309/231/1508737/wapres-maruf-amin ungkap-tantangan-industri-asuransi-syariah.

Nugraheni, Peni & Muhammad, Rifqi. (2019). Innovation in the takaful industry: a strategy to expand the takaful market in Indonesia. Journal of Islamic Marketing. ahead-of-print. 10.1108/JIMA-08–2018–0143.

Pratama, P. W. (2021). Kabar Baik! Penetrasi Asuransi Tumbuh pada Semester I/2021, Tembus 3 Persen. Retrieved from Bisnis.com’s Website: https://m.bisnis.com/amp/read/20210730/215/1423811/kabar-baik-penetrasi asuransi-tumbuh-pada-semester-i2021-tembus-3-persen.

Redhika, R. and Mahalli, K. (2014). Analisis Potensi dan Kendala Pengembangan Asuransi Syariah di Kota Medan (potential analysis and constraints of islamic insurance development in Medan). Jurnal Ekonomi Dan Keuangan, Vol. 2 №5, pp. 323–335.

Sudarsono, H. (2004). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

United Nations. (2015). Goal 1: End poverty in all its forms everywhere. Retrieved from https://www.un.org/sustainabledevelopment/poverty/.

Wulandari, R. (2021). Peluang dan Potensi Asuransi Syariah di Tengah Pandemi. Retrieved from Republika.co.id’s website: https://www.republika.co.id/berita/qra9ww370/peluang-dan-potensi-asuransi syariah-di-tengah-pandemi.OJK (Otoritas Jasa Keuangan). (2022). Statistik IKNB Syariah Periode Maret 2022. Retrieved from OJK’s Website: https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan statistik/iknb-syariah/Pages/Statistik-IKNB-Syariah-Periode-Maret-2022.aspx.