Oleh: Shofiatul Hilwa (Ilmu Ekonomi Islam 2021)
Pendahuluan
Hampir setiap negara di dunia saat ini berada dalam situasi krisis pangan yang sulit. Krisis pangan tersebut cenderung diperparah oleh berbagai tantangan global. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, krisis pangan diartikan sebagai suatu kondisi kelangkaan pangan yang dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah.
Pada periode 2017-2020, indeks produksi tanaman pangan memiliki kecenderungan menurun. Indeks produksi tanaman pangan tahun 2020 sebesar 91,95 atau turun sebesar 2,47 poin dibandingkan tahun 2019 (Badan Pusat Statistik, 2020).
Diagram 1. Indeks Produksi Tanaman Pangan di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020.
Secara umum, laju pertumbuhan penduduk merupakan faktor yang sangat mempengaruhi ketahanan pangan. Menurut African Development Bank, selain karena pertumbuhan penduduk, penyebab lain yang mengakibatkan ancaman bagi ketahanan pangan adalah: (1) naiknya harga pangan baik untuk produk dalam negeri maupun luar negeri akibat biaya transportasi dan spekulasi harga di pasar internasional; (2) produksi pangan yang tidak memenuhi kebutuhan konsumsi di suatu daerah tertentu; dan (3) produksi pangan terhambat, misalnya karena perubahan iklim, cuaca, kekeringan atau banjir. Selain itu, krisis pangan dan gizi juga terjadi oleh karena sistem pangan yang goyah, ditambah lagi dengan bencana keikliman global yang terus berlangsung (Phillips et al., 2020; The Lancet Global Health, 2020). Krisis pangan yang disebabkan oleh perubahan iklim dunia ini juga berdampak pada meningkatnya kemiskinan serta menurunnya kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Isi
A. Konsep sustainable development goals dalam perspektif Islam
Oleh karena itu, untuk mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan oleh sebab krisis pangan ini, PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) mencetuskan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals) yang termasuk di dalamnya yaitu mewujudkan dunia tanpa kemiskinan (SDG 1), tanpa kelaparan
(SDG 2), serta kehidupan sehat dan sejahtera (SDG 3). Sementara itu, konsep sustainable development goals ini sangat sesuai dan sejalan dengan konsep ekonomi islam. Dalam ekonomi islam, tujuan dari pembangunan ekonomi adalah falah atau kemakmuran. Konsep falah ini merupakan konsep yang menjelaskan kebahagiaan baik di dunia ataupun di akhirat yaitu dengan melaksanakan ajaran agama secara sempurna atau kaffah, sehingga pembangunan ekonomi harus dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat (Mubarok & Afrizal, 2018). Keseimbangan ini mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Indonesia memiliki instrumen investasi syariah yang sangat tepat untuk mendukung terciptanya SDGs ini, yaitu green sukuk. Green sukuk merupakan konsep pendanaan berupa investasi syariah yang diterbitkan untuk membiayai proyek yang berkontribusi pada program Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim serta Sustainable Development Goals (Kemenkeu, 2020).
B. Definisi pertanian berkelanjutan
Dalam mengatasi masalah krisis pangan secara khusus di Indonesia, diperlukan sistem pertanian yang tangguh dan berkelanjutan baik produksi maupun stok untuk menghadapi disrupsi akibat perubahan iklim global. Sustainable agriculture atau pertanian berkelanjutan hadir sebagai solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan yang berkelanjutan khususnya di Indonesia.
Definisi sustainable agriculture atau pertanian berkelanjutan adalah usaha pertanian yang mampu memberikan hasil panen secara optimal baik dari segi kuantitas dan kualitas, disertai upaya pelestarian mutu sumber daya pertanian dan lingkungan agar sumber daya pertanian tetap produktif dan mutu lingkungan tetap terjaga bagi kehidupan generasi mendatang (Lagiman, 2020).
C. Relevansi sustainable agriculture dengan green sukuk
Green sukuk memiliki sasaran alokasi ke berbagai sektor yang disebut sebagai 9 eligible green sectors. Sektor tersebut terdiri dari renewable energy (energi terbarukan), sustainable management or natural resource (manajemen keberlangsungan dan sumber daya alam, energy efficiency (efisiensi energi), green tourism (pariwisata ramah lingkungan), resilience to climate change for highly vulnerable areas and sectors/disaster risk reduction (ketahanan terhadap perubahan iklim untuk area dan sektor yang sangat rentan/pengurangan risiko bencana), green buildings (bangunan ramah lingkungan), sustainable transport (transportasi berkelanjutan), sustainable agriculture (pertanian berkelanjutan), dan waste to energy and waste management (sistem pembuangan yang dapat dialihkan menjadi energi dan sistem pembuangan yang baik). Namun, dari banyaknya sektor tersebut, green sukuk yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dari tahun 2018 sampai 2020 baru dialokasikan pada 6 sektor dari 9 eligible green sector yang ada, dan pertanian berkelanjutan belum mendapatkan alokasi secara langsung dari pendanaan green sukuk (Kementerian Keuangan, 2021).
D. Potensi pertanian di Indonesia
Indonesia memiliki potensi lahan pertanian yang masih sangat luas. Presiden Republik Indonesia, Jokowi Widodo, mengatakan bahwa lahan-lahan yang telah mendapatkan hak guna usaha (HGU) masih banyak yang terlantar. Ia meminta lahan-lahan tersebut dimanfaatkan untuk peningkatan produksi pangan nasional. Dalam situasi dunia yang sedang di ambang krisis pangan, jika Indonesia bisa memproduksi bahan pangan dalam jangka pendek, negara tak hanya berdikari di bidang pangan, tapi juga memiliki potensi untuk ekspor. Ancaman krisis pangan di dunia akan menjadi peluang yang sangat menguntungkan bagi Indonesia dan dapat meningkatkan cadangan devisa negara untuk Indonesia.
Penutup
Rekomendasi
Terdapat beberapa upaya untuk mengatasi permasalahan krisis pangan ini yang dapat dilakukan oleh pemerintah, petani, serta masyarakat secara umum, yaitu:
A. Kementerian Keuangan
- Mengoptimalkan potensi sektor pertanian berkelanjutan dalam alokasi dana green sukuk.
- Mengoptimalkan sosialisasi yang dilakukan terkait konsep SDGs dan green sukuk.
- Meningkatkan transparansi dan akses laporan alokasi dana green sukuk.
B. Kementerian Pertanian
- Mengoptimalkan sosialisasi mengenai pertanian berkelanjutan baik kepada para petani maupun masyarakat umum.
- Membangun rantai pasok regional yang tangguh dan berkelanjutan baik produksi maupun stok khususnya untuk menghadapi disrupsi akibat perubahan iklim.
- Melakukan regenerasi petani atau proses transfer kegiatan usaha tani dari petani tua kepada generasi penerusnya/petani muda.
C. Petani
- Mengembangkan varietas tumbuhan yang adaptif.
- Meningkatkan kepedulian dan literasi terhadap pertanian berkelanjutan serta teknologinya.
D. Masyarakat umum
- Menghindari perilaku boros, mubazir, atau membuang-buang makanan.
- Meningkatkan literasi terkait investasi syariah terutama yang berbasis lingkungan seperti green sukuk.
Kesimpulan
Sektor pangan merupakan sektor penting yang dapat menopang perekonomian dan kehidupan banyak orang. Terjadinya krisis pangan hampir di seluruh dunia yang salah satu faktornya disebabkan oleh perubahan iklim dapat mengakibatkan masalah kemiskinan dan kelaparan. Sustainable agriculture atau pertanian berkelanjutan hadir sebagai solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan yang berkelanjutan di Indonesia. Dengan memanfaatkan instrumen investasi syariah yaitu green sukuk, pertanian berkelanjutan yang dikelola dengan baik akan membawa keuntungan yang besar baik itu bagi masyarakat secara keseluruhan, yang kemudian akan dapat mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Referensi
Badan Pusat Statistik. (2020). Indikator Pertanian 2020. Badan Pusat Statistik.
Echo, P. (2022, June 28). Krisis Pangan, Ancaman yang Jadi Peluang. Retrieved from https://fpp.umko.ac.id/2022/06/28/krisis-pangan-ancaman-yang-jadi peluang/
Kontogeorgos, Achilleas et.al.2014. “New Farmers” a Crucial Parameter for the Greek Primary Sector: Assessments and Perceptions.Jurnal. Procedia Economics and Finance Vol.14 hal. 333 – 341.
Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Pakistan, Islamabad: International Institute of Islamic Thought, 1987), hal. 7.
Phillips, C. A., Caldas, A., Cleetus, R., Dahl, K. A., Declet-Barreto, J., Licker, R., Merner, L. D., Ortiz-Partida, J. P., Phelan, A. L., Spanger-Siegfried, E., Talati, S., Trisos, C. H., & Carlson, C. J. (2020). Compound climate risks in the COVID19 pandemic. Nature Climate Change. https://doi.org/10.1038/s41558-020-0804-.
Ratri Virianita, T. S. (2019). Persepsi Petani terhadap Dukungan Pemerintah dalam Penerapan Sistem . Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 168-177.
Simanjuntak, A. H. (2020). KESEJAHTERAAN PETANI DAN KETAHANAN PANGAN PADA MASA PANDEMI COVID-19: TELAAH KRITIS TERHADAP RENCANA MEGAPROYEK LUMBUNG PANGAN NASIONAL INDONESIA. Sosio Informa, 184-204.
Surachman, E. N. (2013). Pembangunan Infrastruktur Transportasi untuk Mendukung Ketahanan Pangan. In Waspada Krisis Pangan (pp. 23-25). Pusat Pengolahan Risiko Fiskal.
Tim Penulis. (n.d.). Bahas Kondisi Pangan Dunia, Sekjen Kementan Pimpin Pertemuan ASEAN. Retrieved from Kementerian Pertanian Republik Indonesia: https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=5017.
Tim Penulis. (2017). Pertanian Berkelanjutan Sebagai Prinsip Dasar Pertanian Modern. Retrieved from Inspirasi Pertanian: https://www.inspirasipertanian.com/2017/09/pertanian-berkelanjutan-sebagai prinsip.html.