Oleh: Rifkannisa Azzahra (IEI 22)
An Introduction of Monetary Policy through Another Eyes
Fenomena covid 19 telah mengguncang seluruh dunia di berbagai aspek kehidupan, salah satunya ekonomi. Berbagai macam kebijakan diberlakukan untuk mengurangi penyebaran wabah tersebut mengakibatkan kegiatan ekonomi terhambat dan melemah sehingga memicu terjadinya resesi. Mankiw (2019) Resesi merupakan periode dimana real income suatu negara mengalami penurunan dan tingkat pengangguran mengalami peningkatan. Terjadinya resesi pada saat pandemi kemarin salah satunya disebabkan oleh kebijakan lock down yang melarang adanya kerumunan sehingga masyarakat terpaksa untuk melakukan seluruh aktivitasnya di rumah. Hal tersebut menyebabkan adanya transisi secara mendadak dan masif dimana seluruh pekerja terpaksa melakukan pekerjaannya di rumah. Kendati demikian, perubahan tersebut tidak mampu direspon dengan baik oleh seluruh pelaku usaha sehingga banyak pengusaha yang dengan berat hati harus memberhentikan beberapa pekerjanya karena iklim usaha yang tidak mendukung.
Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil langkah untuk memulihkan penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut melalui salah satu instrumen yang biasa disebut sebagai kebijakan moneter. Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang diambil oleh bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, sistem pembayaran, dan sistem keuangan. Dalam kasus ini, dimana kondisi ekonomi Indonesia yang sedang lesu karena pandemi covid-19, bank sentral akan memberlakukan kebijakan moneter ekspansif (easy money policy).
Kebijakan moneter di dalam ekonomi konvensional memiliki beberapa instrumen yang terdiri dari Open Market Operation (OMO) dengan menjual atau membeli Surat Berharga Negara (SBN), meningkatkan atau menurunkan tingkat diskonto (discount rate), meningkatkan atau menurunkan giro wajib minimum (reserve requirement ratio), serta himbauan moral, misalnya memperketat proses seleksi kredit. Dengan begitu, terlihat bahwa dua dari empat instrumen moneter konvensional tersebut menggunakan tingkat bunga sebagai alat pengaturannya. Sebagai contoh dalam operasi pasar terbuka, Bank Indonesia akan meningkatkan tingkat bunga ketika memberlakukan kebijakan moneter kontraktif supaya masyarakat mau membeli Surat Berharga Negara dalam hal mengurangi jumlah uang yang beredar. Sama halnya dengan tingkat diskonto, Bank Indonesia akan meningkatkan tingkat bunga pinjaman kepada bank umum dalam rangka mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat.
- How Islamic Monetary Differs From Conventional?
Berbeda dengan kebijakan moneter konvensional, kebijakan moneter Islam tidak memperbolehkan adanya bunga karena mengandung unsur riba. Selain itu, kebijakan moneter Islam tidak hanya bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai rupiah seperti konvensional tetapi harus mempertimbangkan tujuan sosial, seperti kesejahteraan umat manusia dan keadilan dalam distribusi kekayaan maupun distribusi barang dan jasa.
Firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat 7 menyebutkan bahwasanya Allah SWT melarang umatnya untuk menyimpan harta bagi dirinya sendiri.
مَآ اَفَاۤءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْۗ وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ
Artinya, “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Q.S Al-Hasyr : 7)
Dengan begitu, tidak semua instrumen kebijakan moneter konvensional dapat diberlakukan dalam ekonomi islam. Contohnya adalah kebijakan tingkat diskonto yang menggunakan tingkat bunga untuk mengatur banyaknya jumlah uang yang diminta oleh bank umum ke bank sentral, serta kebijakan operasi pasar terbuka (open market operation) yang memperjualbelikan surat berharga berdasarkan tingkat bunga. Instrumen moneter tersebut hanya dapat diberlakukan jika bank sentral mengganti sistem bunga dengan sistem profit and loss sharing.
Sistem profit and loss sharing menjadi alternatif kebijakan yang dapat menggantikan interest-based economy. Pembagian dari keuntungan ataupun kerugian dilakukan di awal perjanjian yang akan disetujui oleh pihak yang terlibat dengan prinsip suka sama suka (antarradhin). Prinsip profit and loss sharing juga membuat perekonomian lebih stabil karena tidak ada unsur spekulasi yang terdapat dalam sistem bunga. Mengingat bahwa spekulasi (gharar) tidak diperbolehkan dalam Islam karena dapat merugikan serta penuh dengan ketidakpastian.
Instrumen lainnya seperti giro wajib minimum dan himbauan moral dengan pemberlakuan kredit selektif dapat digunakan dalam sistem ekonomi islam karena tidak berdasarkan tingkat bunga (interest-free). Bank sentral dapat mengurangi atau menambah persentase total deposito yang harus disimpan oleh bank umum dan tidak dapat dipinjamkan kepada masyarakat. Hal tersebut akan mempengaruhi seberapa banyak uang yang akan berputar di dalam suatu perekonomian atau biasa disebut sebagai money multiplier.
Selain itu, terdapat instrumen moneter islam lainnya seperti mengontrol Qard Hasan Ratio, yaitu proporsi dana yang dapat dipinjamkan tanpa adanya bunga, kemudian mengatur jenis-jenis tingkat mark up dalam transaksi murabahah, dan mengatur biaya layanan di bank umum yang ditetapkan kepada setiap nasabah. Instrumen moneter syariah tidak hanya berpaku pada instrumen yang telah disebutkan sebelumnya. Setiap negara dapat membuat instrumen moneter syariahnya sendiri sesuai dengan keadaan ekonomi masing-masing. Sebagai contoh, di Malaysia sendiri menggunakan instrumen Mudharabah Interbank Investment, sistem kliring cek antar bank Islam (Lices), Sell and Buy Back Agreement (SBBA), Accepted Bills-Islamic (AB-I), Government Investment Issue, Islamic Treasury Bills, dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana dengan Indonesia ?
- Islamic Monetary Policy in Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai instrumen moneter berbasis syariah, yaitu Operasi Moneter Syariah (OMS). Peraturan Bank Indonesia tentang operasi moneter pasal 21 menyebutkan bahwa OMS dilakukan dalam bentuk Operasi Pasar Terbuka (OPT) syariah dan Standing Facilities Syariah. OPT syariah dapat dilakukan dengan menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Sukuk Bank Indonesia (SukBI), transaksi repo atau reverse repo surat berharga berbasis syariah, pembelian atau penjualan surat berharga syariah, dsb. Sementara standing facilities syariah dapat berupa penyediaan (financing) atau penempatan (deposit) dana dari Bank Indonesia untuk Badan Usaha Syariah atau Unit Usaha Syariah dalam jangka waktu yang ditentukan.
Instrumen moneter syariah yang ada di Bank Indonesia, antara lain Giro Wajib Minimum dengan penetapan persentase simpanan giro dari bank umum kepada Bank Indonesia, Sertifikat Investasi Mudharabah (SIMA) sebagai sarana untuk menjembatani pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana melalui transaksi mudharabah, dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang menjadi tempat penitipan dana jangka pendek melalui prinsip wadiah.
- Real sector and Economic Growth
Dalam praktiknya, Bank Indonesia menggunakan instrumen moneter syariah untuk menjalankan salah satu tugasnya, yaitu menjaga stabilitas ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi perekonomian suatu negara tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan sektor moneternya saja melainkan bagaimana perkembangan sektor moneter tersebut dapat mendorong pertumbuhan sektor riil. Akan tetapi, pada kenyataannya masih sering terjadi ketidakseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil ketika terjadinya guncangan ekonomi. Soemitra, Ismal, Waqqosh, Hasibuan, dan Pasarela (2021) menyebutkan bahwa dalam pandangan Islam, sektor moneter dan sektor riil merupakan dua hal yang dapat saling berhubungan. Hal tersebut dikarenakan sektor moneter dalam Islam merupakan suatu mekanisme pembiayaan yang menggerakkan sektor riil.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ekonomi syariah mempunyai tujuan sosial yang salah satunya adalah penyerapan tenaga kerja untuk mengurangi tingkat pengangguran. Sektor riil merupakan bagian dari ekonomi yang mempunyai peran besar untuk menyerap tenaga kerja termasuk dari kaum menengah ke bawah. Selain itu, sektor riil juga berperan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi suatu negara melalui tenaga kerja, investasi, dan konsumsi.
Octaviani dan Al Arif (2018) dalam penelitiannya menjelaskan tentang pengaruh dari kebijakan moneter Islam terhadap sektor riil yang direpresentasikan melalui Industrial Production Index (IPI). IPI merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sektor riil di suatu negara. Penelitian tersebut menemukan adanya hubungan positif antara instrumen moneter syariah, yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dengan Industrial Production Index (IPI). Akan tetapi, mereka menemukan adanya perbedaan jangka waktu dimana dalam jangka pendek hanya SBIS saja yang dapat mempengaruhi IPI. Hal tersebut dikarenakan adanya time lag dari penerapan kebijakan untuk mencapai target moneter yang telah ditetapkan.
- Challenges
Perlu kita ketahui bahwa pada praktiknya masih terdapat banyak tantangan yang dapat menghambat penerapan kebijakan moneter syariah khususnya di Indonesia. Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) 2019 menyebutkan bahwa tingkat literasi dan inklusi masyarakat terkait keuangan syariah di Indonesia masih tergolong rendah sebesar 8,93% secara nasional padahal hasil survei BPS pada tahun 2023 menyebutkan bahwa 86,88% penduduk Indonesia beragama Islam. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah maupun stakeholders lainnya untuk mengedukasi masyarakat terkait produk keuangan syariah yang ada di Indonesia. Selain itu, terbatasnya jumlah pembiayaan yang disediakan oleh lembaga keuangan syariah dapat menghambat jalannya aktivitas ekonomi syariah di suatu negara.
- Closing Statement
Dapat kita simpulkan, bahwa ekonomi moneter Islam mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya :
- Ekonomi islam melarang adanya unsur spekulasi yang terdapat dalam sistem bunga seperti halnya ekonomi konvensional. Hal tersebut dilarang tidak lain untuk menghindari adanya riba yang dapat memakan harta secara batil sehingga mendzalimi orang lain.
- Mengingat bahwa terdapat tujuan sosial di dalam ekonomi islam, yaitu menyejahterakan umatnya sehingga dalam hal ini kebijakan moneter mempunyai peran untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja potensial. Selain itu, kebijakan moneter dalam Islam juga harus mampu untuk meratakan distribusi pendapatan di antara masyarakat kelas bawah dan menengah.
Tidak bisa dipungkiri juga bahwa dengan adanya ketimpangan pendapatan dapat menyebabkan hambatan untuk kemajuan sektor riil. Hal tersebut berhubungan dengan kurangnya daya beli di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang nantinya dapat berdampak buruk bagi kelangsungan sirkulasi ekonomi.
Namun, tentunya masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk kelangsungan implementasi ekonomi syariah di kehidupan nyata. Kontribusi dari instrumen moneter syariah di Indonesia masih belum terlihat secara signifikan dibandingkan dengan instrumen konvensional pada umumnya. Peran dari pemerintah serta para pelaku ekonomi lainnya sangat dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dari penerapan kebijakan ekonomi moneter syariah di masa yang akan datang.
References
Ajuna, L. H. (2017, June). Kebijakan Moneter Syariah, Vol. 13, 104-117.
Hafiz, Z. A. (2019, June). Islamic Monetary Policy inTheory and Practice with Reference to the Digital Era.
Mujahidin, M. (2019, June 20). Monetary Policy in Perspective Conventional Economy and Islamic Economics.
Octaviani, I., & Al Arif, M. (2018, December). Islamic Monetary Policy and Its Impact on Real Sector, Vol. 17, 43-48.
Soemitra, A., Ismal, R., Waqqosh, A., Hasibuan, H. L., & Pasarela, H. (2021, October). Study of Islamic Monetary Policy Literature : Effectiveness of Real Sector Performance Strengthening, Vol. 22, 52-66.
Uddin, M. A. (2016, April 27). Reemergence of Islamic Monetary Economics: A Review of Theory and Practice. https://mpra.ub.uni-muenchen.de/72081/
Wulandari, I. H. (2021). IMPLIKASI KEBIJAKAN MONETER SYARIAH INDONESIA DAN MALAYSIA DALAM MENJAGA STABILITAS PEREKONOMIAN PERIODE 2015-2019.