Skip to content

IBEC FEB UI

Home » Artikel » Indonesia’s Carbon Exchange : Is It A Promising Solution or A Pipe Dream?

Indonesia’s Carbon Exchange : Is It A Promising Solution or A Pipe Dream?

  • I-Share

Oleh M. Ivan Adrian (Bisnis Islam ‘23), Fauziah N. Adilah (Ilmu Ekonomi Islam ’23), dan Nur Rahmawati (Ilmu Ekonomi Islam ‘23)

 

“Masa depan tidak akan menakutkan ketika kita mempersiapkannya dari sekarang.”

 

Perubahan energi adalah kunci bagi transformasi menuju masa depan yang berkelanjutan. Bursa karbon menjadi jembatan yang menghubungkan inovasi energi baru dengan peluang untuk mengurangi jejak karbon di bumi serta mendorong kita menuju era di mana setiap langkah ke depan adalah langkah menuju keberlanjutan. Perdagangan pada bursa karbon memang menjadi salah satu peluang usaha dengan prospek cerah seiring dengan tren transisi energi yang dilakukan oleh banyak negara. Dengan berbagai potensi yang ada, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, memaparkan bahwa Indonesia bisa menghasilkan USD 565 miliar hanya dari perdagangan karbon (Suryani, Juni 2023). Namun, mengapa hingga kini perdagangan karbon masih menuai pro dan kontra? 

Dewasa ini, perubahan iklim menjadi salah satu ancaman terbesar yang dapat mengakibatkan pemanasan global bagi dunia, termasuk Indonesia.  Sejak awal tahun 2023, suhu rata-rata global mencapai rekor tertingginya yaitu mencapai 17,23° celsius. Hal ini menyebabkan hampir sebagian besar masyarakat di seluruh dunia merasa bahwa tahun 2023 merupakan tahun yang sangat panas (CNBC Indonesia, September 2023). Disebutkan pula dalam laporan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengenai arah kebijakan dan pemetaan pemangku kepentingan menuju dekarbonisasi ekonomi Indonesia pada Februari 2023, bahwa Indonesia berada pada kondisi kerentanan perekonomian di tengah masa transisi rendah karbon, dimana sekitar 25% perekonomian Indonesia ditopang oleh sektor dengan intensitas karbon yang tinggi, dan juga lebih dari 50% produk ekspor utama Indonesia datang dari komoditas berbasis sumber daya alam. Sejalan dengan peristiwa itu, Indonesia pun kian berupaya menyusun dan melakukan berbagai strategi menuju Net Zero Emission (NZE) dan beriringan dengan target Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC) yang berkomitmen mengurangi emisi karbon 29% pada 2030 dengan usaha sendiri, atau 41% dengan bantuan internasional (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2023). Melalui persetujuan Paris, pemerintah dari berbagai negara bersama-sama berambisi untuk menurunkan suhu global hingga 1.5C. Sejalan dengan ambisi tersebut, per 26 September 2023, Presiden RI, Joko Widodo secara resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) yang dilakukan di Main Hall PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui Surat Keputusan nomor KEP-77/D.04/2023, OJK memberikan perizinan usaha Penyelenggara Bursa Karbon kepada BEI pada 18 September 2023.  Direktur utama BEI sekaligus penyelenggara Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon), Iman Rachman menyatakan bahwa IDXCarbon merupakan sebuah “batu loncatan” bagi komitmen Indonesia mengenai dekarbonisasi menuju Net Zero Emission di tahun 2060 atau bahkan lebih cepat. 

 

Let’s Take A Deep Dive into Carbon Exchange! 

Pada dasarnya, bursa karbon adalah bentuk konsekuensi atas negara-negara yang “menghasilkan” emisi gas karbon yang memiliki dampak besar bagi keberlangsungan hidup di bumi kepada negara-negara yang memiliki wilayah hutan yang luas dan dianggap mampu mengurangi gas karbon yang dihasilkan oleh negara-negara penghasil karbon (el-samsi.com, 2023 melalui Tim Pakar Ekonomi Syariah Asnuter-PWNU Jatim; nu.or.id, 2021). Jika merujuk pada Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023, bursa karbon adalah sistem yang mengatur perdagangan karbon dan/atau catatan kepemilikan unit karbon. Bursa Karbon Indonesia sendiri kini menyediakan dua mekanisme transaksinya, yaitu Allowance Market dan Offset Market. Mekanisme allowance market ini merupakan mekanisme cap-and-trade yang pada umumnya digunakan dalam perdagangan karbon. Di mana pemerintah menentukan batas atas atau “cap” bagi suatu badan usaha untuk periode tertentu. Badan usaha yang melampaui batas tersebut diperbolehkan membeli unit karbon dari badan usaha lainnya yang kelebihan izin atas unit karbon. Berbeda dengan cap-and-trade mechanism, offset market memiliki produk berupa Sertifikat Pengurangan Emisi-Gas Rumah Kaca (SPE-GRK), dimana badan usaha dapat memperdagangkan  unit karbon yang dihasilkannya dari suatu proyek pengurangan Gas Rumah Kaca oleh pelaku usaha tertentu. Dalam mencapai target pengurangan emisi dan memenuhi komitmen terhadap net-zero emission, suatu badan usaha dapat membeli unit karbon untuk mencapai target tersebut. 

Saat ini terdapat empat fitur perdagangan di IDX Carbon, yaitu Auction, Regular Trading, Negotiated Trading, dan Marketplace. 

  • Auction 

Mekanisme auction (lelang) merupakan penjualan satu arah dari para pemilik perusahaan karbon seperti initial public offering (IPO), yang dimana para pemilik perusahaan karbon berkesempatan menawarkan volume unit dan harganya.

  • Regular Trading 

Skema Regular Trading sama seperti perdagangan saham pada umumnya, dimana pihak-pihak yang melakukan transaksi dapat mensubmit bid dan ask secara real time.  

  • Negotiated Trading 

Skema Negotiated Trading dilakukan jika terdapat perjanjian perdagangan pada bursa karbon, lalu hasil dari perjanjian tersebut dapat dikonfirmasi dan ditransaksikan melalui bursa karbon secara transparan dan aman. 

  • Marketplace 

Skema Marketplace dilakukan oleh emiten yang menjual unit karbon mereka dalam harga yang telah ditentukan. 

 

Just Likes Two Sides of Coins: Pros and cons 

Tujuan yang baik, memang tidak akan selalu baik dalam pandangan orang lain. Selayaknya koin yang memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang, kehadiran bursa karbon Indonesia ini pun menghidupkan pihak pendukung dan penolak terhadapnya. Pihak pendukung tentu sejalan dengan visi pemerintah atas peluncuran bursa karbon di Indonesia yang melihat ini sebagai sebuah batu loncatan menuju net-zero emission. Selain itu, bursa karbon juga memacu para perusahaan untuk melakukan inovasi teknologi hijau dan ramah lingkungan sebagai upaya mereka untuk mengurangi emisi dan biaya kompensasi yang harus dibayarkan. Lebih lanjut, bursa karbon juga membuat devisa suatu negara meningkat, yakni ketika negara atau perusahaan yang memiliki kelebihan izin emisi dapat menjualnya untuk mendapatkan pendapatan tambahan dan bisa digunakan untuk investasi di sektor ramah lingkungan. 

Namun, sebagian pemerhati lingkungan berpendapat bahwa kehadiran bursa karbon di Indonesia ini malah memberikan ruang hak lebih kepada perusahaan-perusahaan untuk terus menghasilkan emisi. Beberapa perhimpunan masyarakat, seperti Walhi, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Greenpeace, Jaringan Advokasi Tambang, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), dan School of Democratic Economics (SDE) menganggap praktik perdagangan karbon di Indonesia termasuk peluncuran bursa karbon adalah aksi ‘cuci tangan’ pemerintah sebab pasalnya perdagangan karbon yang digadang-gadangkan oleh pemerintah sebagai salah satu solusi yang berpotensi merampas tanah dan hutan masyarakat adat dan komunitas lokal. Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional sebagai perwakilan, mengatakan bahwa perdagangan karbon hanyalah untuk menjaga korporasi dan negara-negara industri dapat terus mengekstraksi alam, baik melalui fosil bawah tanah, deforestasi, ataupun proyek-proyek konservasi yang ternyata malah memperpanjang rantai konflik serta krisis iklim. Pelepasan emisi karbon bukan hanya sekadar melepas gas rumah kaca ke udara saja, melainkan juga terkait adanya perusakan sistematis aspek sosial-ekologis karena emisi gas rumah kaca nyatanya tidak terlepas dari lingkungan sosial. Sejalan dengan pernyataan tersebut, direktur Advokasi Kebijakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menegaskan bahwa kebijakan pengurangan emisi karbon yang terus digadangkan pemerintah ini harus dibarengi dengan upaya yang juga difokuskan pada aspek sosial-ekologisnya agar penurunan emisi karbon juga dibarengi dengan keselamatan dan keberlanjutan kondisi sosial-ekologis sekitar lingkungannya (in situ) ataupun di luar lingkungan sekitarnya (ex situ). Layaknya fatamorgana, bursa karbon memberikan ekspektasi kepada dunia bahwa dengan diberlakukannya bursa karbon mampu mengurangi penggunaan emisi karbon pada negara-negara industri, dimana dalam hal ini bursa karbon seolah-olah meyakinkan negara-negara berkembang untuk terus mengeksploitasi sumber dayanya selama para perusahaan penyebab emisi karbon masih mengantongi izin. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menganggap perdagangan karbon merupakan upaya makelar dalam mencari keuntungan untuk menciptakan perdagangan baru. Perdagangan karbon berpotensi memberikan kesempatan bagi perusahaan yang beroperasi di sektor ekstraktif untuk tidak sungguh-sungguh mengurangi emisi gas rumah kaca. Meskipun sektor industri seharusnya bertransformasi dari menggunakan energi berpolusi ke alternatif yang ramah lingkungan, adanya karbon kredit memungkinkan mereka untuk mengadakan kompensasi dengan membayar uang tanpa perlu benar-benar mengurangi emisi karbon. Dalam konteks perdagangan karbon, perusahaan di sektor ini dapat terus beroperasi dengan mengimbangi emisi mereka dengan membeli kredit karbon dari tempat lain sehingga menyebabkan mereka tetap menghasilkan emisi. 

 

Lalu, bagaimana kesesuaiannya dengan kaidah Islam?

Perlu diketahui bahwa Bursa Karbon atau Carbon Trading merupakan hasil dari kesepakatan Kyoto tahun 1997. Sesuai dengan isi kesepakatan tersebut, maka kehadiran bursa karbon bertujuan sebagai upaya mengurangi emisi karbon secara global. Ditinjau dari dampaknya, emisi karbon merupakan sesuatu yang merugikan sementara hutan merupakan sesuatu yang menguntungkan. Sejalan dengan upaya pengurangan emisi karbon tersebut, isu mengenai lingkungan sudah menjadi perhatian dalam Islam yang dikaji dalam berbagai kaidah yang sesuai oleh beberapa pemuka agama. 

Islam sebagai agama yang rahmatan lil Alamin mengandung konsep keselarasan, keadilan, dan tanggung jawab terhadap alam dan makhluk di dalamnya. Konsep ini mencerminkan tanggung jawab umat manusia untuk menjaga dan merawat lingkungan, serta berbagi manfaat dan kebaikan kepada seluruh ciptaan Allah. Dalam konteks bursa karbon, prinsip “rahmatan lil alamin” dapat diterapkan sebagai landasan bagi upaya pengurangan emisi karbon. Bursa karbon menjadi wadah di mana negara atau  perusahaan yang menghasilkan emisi karbon diwajibkan untuk membayar kompensasi atau ganti rugi atas dampak yang ditimbulkannya kepada lingkungan. Penerapan konsep “rahmatan lil alamin” dalam konteks bursa karbon juga menekankan pentingnya tanggung jawab kolektif dalam menjaga kelestarian lingkungan. Hal ini berarti bahwa upaya pengurangan emisi karbon bukan hanya tugas satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama bagi seluruh masyarakat global khususnya umat islam. Dengan mempraktikkan konsep ini, setiap entitas yang terlibat dalam perdagangan karbon akan memainkan peran penting dalam menjaga lingkungan demi kesejahteraan bersama. Penerapan bursa karbon sebagai upaya mengurangi emisi karbon sejalan dengan nilai-nilai Islam tentang menjaga dan merawat alam semesta serta berbagi rahmat kepada seluruh makhluk. Dalam pandangan Islam, kebijakan yang bertujuan dalam mengurangi dampak negatif terhadap alam adalah wujud dari rahmat dan kasih sayang kepada makhluk Allah. Pengurangan emisi karbon ini menjadi kewajiban bagi manusia untuk melindungi alam sebagai bagian dari amanah yang diberikan oleh Allah SWT. Melalui bursa karbon, prinsip “rahmatan lil alamin” dapat tercermin dengan cara membantu negara-negara berkembang dalam memperoleh kompensasi dan dukungan finansial untuk proyek-proyek lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai contoh, dengan mengurangi emisi melalui proyek-proyek hijau, negara-negara ini dapat memperoleh kredit karbon yang bisa diperdagangkan di bursa karbon untuk meningkatkan sumber daya keuangan mereka. Dalam konteks Islam pula, perusahaan yang memberikan dampak emisi karbon tersebut dapat dikategorikan sebagai perusak (mufsid) sedangkan negara yang menyerap karbon dikategorikan sebagai yang memperbaiki (mushlih). Maka dalam hal ini, keduanya sesuai dengan kaidah Al-kharraj bi al-dlamman dimana dampak kerugiannya berbanding lurus dengan nilai ganti rugi nya sehingga jual-beli karbon ini hukumnya sah secara fiqh. Dilansir pula dari laman Nahdlatul Ulama, bahwa perdagangan karbon yang didalamnya juga termasuk bursa karbon memiliki kesesuaian dengan salah satu kaidah fiqih, yaitu man yulawwith fadfa’ yang artinya barang siapa melakukan pencemaran, ia harus membayar (ganti rugi). Kaidah lain yang juga turut memperkuat kehadiran perdagangan karbon ini adalah kullu khata’in sabbaba dhararan lilghairi yulzimu man irtakabahu  at-ta’widh yang berarti “tiap-tiap kesalahan yang menimbulkan dampak bahaya, pelakunya harus membayar kompensasi dan kerugiannya”. Dalam hal ini dampak bahaya yang ditimbulkan ialah krisis iklim akibat emisi karbon yang semakin meninggi, dan ganti rugi atau kompensasinya berupa sertifikat kepemilikan yang nantinya perlu dibayarkan keuntungannya kepada pihak yang membeli surat kepemilikan unit karbon atas suatu proyek perusahaan melalui transaksi tertentu. Peluncuran bursa karbon di Indonesia sejalan dengan kaidah-kaidah dalam Islam mengenai lingkungan, terlebih jika dalam praktik kedepannya penyelenggara bursa karbon Indonesia dapat tetap berkomitmen pada klaim transaksinya yang menjunjung nilai transparansi harga, efisiensi, likuiditas yang tinggi, dan mudah diakses. 

 

Pelaksanaan bursa karbon di Indonesia, sudahkah berkembang baik?

Peluncuran bursa karbon bukanlah kehadiran baru bagi perdagangan karbon dunia, pasalnya sebelum Indonesia, sudah ada beberapa negara yang juga telah meluncurkan bursa karbon dalam upayanya mengurangi emisi gas rumah kaca, diantaranya Cina dan Malaysia. 

  • China, dengan ambisinya yang tinggi

Pelaksanaan bursa karbon di Cina dimulai pada tahun 2021. Cina terlihat begitu berupaya dalam perdagangan karbon ini, tercermin dari mulai uji cobanya terhadap tujuh provinsi sekaligus yang dilakukan sebelum peluncurannya tahun 2013. Sistem perdagangannya menggunakan Emission Trading System (ETS), dimana tujuan utamanya untuk memberikan dukungan pengurangan emisi gas rumah kaca yang hemat biaya serta menutupi sebagian besar emisi yang terkait dengan energi dengan berbasis pasar terhadap target Cina untuk mencapai puncak emisinya pada tahun 2030 dan menjadi upaya iklim netral pada tahun 2060.  Skema ETS tersebut dinyatakan berjalan dengan mulus dan tertib oleh Kementerian Ekologi dan Lingkungan Cina. Akibatnya, hanya dalam waktu empat bulan saja, China mampu melampaui 1 miliar yuan atau sekitar 2,2 triliun sejak peluncurannya pada Juli 2021. 

  • Malaysia, punya nilai yang mengimbangi

Bursa karbon di Malaysia mulai beroperasi enam bulan lebih dulu dari Indonesia, yaitu pada bulan maret 2023. Bursa karbon Malaysia yang selanjutnya resmi diluncurkan dengan istilah Bursa Carbon Exchange (BCX) menawarkan produk yang cukup berbeda, yaitu Global Technology-Based Carbon Contract (GTC) yang melibatkan proyek pengurangan gas rumah kaca yang berbasis teknologi ramah lingkungan serta Global Nature-Based Plus Carbon Contract (GNC+) yang menunjukkan manfaat atas proyek berbasis alam global di sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (AFOLU/Agriculture, Forestry and Other Land Use). Dalam pelaksanaannya pula, BCX ini memiliki nilai-nilai pengikatnya yang tampak sedikit berbeda, diantaranya yaitu  established player, shariah compliant, dan market driven.  

Jika dibandingkan Malaysia, memang bursa karbon Indonesia terealisasikan lebih cepat, bahkan transaksi di hari pertamanya pun mampu mencapai tiga kali lipatnya bursa karbon Malaysia yang hanya mencapai penjualan sekitar 150.000 ton. Meskipun begitu, per 30 november 2023, tercatat volume yang terjual pada bursa karbon Indonesia sebanyak 490.716 ton unit karbon dan akumulasi nilai sebesar Rp30,7 miliar. Jika dibandingkan dengan transaksi bursa karbon di China pada limabulan pertamanya saja sudah mencapai sekitar 179 juta ton unit karbon, Indonesia yang sudah berjalan kurang lebih 3.5 bulan masih dikatakan jauh tertinggal dari angka tersebut. Meskipun begitu, pihak pemerintah terus beroptimis bahwa Indonesia dapat menjadi poros karbon dunia, sebagaimana yang disampaikan presiden RI, Joko Widodo, pada peluncuran IDX Carbon 26 September 2023. 

 

Bursa karbon Indonesia, Tentang Sebuah Harapan yang Tersisa

Upaya yang terus digadang-gadangkan pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca serta untuk mencapai target yang telah disepakati bersama dalam world agreement di Paris. Indonesia, selain turut dalam membentuk masa depan rendah emisi melalui Nationally Determined Contribution (NDC) juga telah menetapkan target dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara sukarela antara 26% dan 41% dibandingkan dengan (business as usual) BAU 2030. Meskipun pada praktiknya, perdagangan karbon melalui bursa karbon ini masih menerima penolakan. Akan tetapi, masih ada harapan agar pelaksanaannya dapat didukung oleh berbagai pihak. Mengingat bahwa perihal emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tidak terlepas dari isu sosialnya, maka dengan lebih memperhatikan aspek sosial-ekologis dalam praktiknya akan meminimalisasi dampak-dampak implisit negatif yang dirasakan oleh pihak lain terhadap pelaksanaan perdagangan karbon sehingga implementasinya pun dapat sustain. Terlebih, mengenai perdagangan karbon ini sejalan dengan beberapa kaidah fiqih mengenai environmental-interest. Salah satu diantaranya, kaidah kullu khata’in sabbaba dhararan lilghairi yulzimu man irtakabahu  at-ta’widh yang berarti “tiap-tiap kesalahan yang menimbulkan dampak bahaya, pelakunya harus membayar kompensasi dan kerugiannya”. Bahkan, jika pelaksana dari bursa karbon Indonesia dapat terus mempertahankan komitmennya mengenai transaksi yang transparan, efisien, tingkat likuiditas yang tinggi, dan kemudahan akses maka pelaksanaannya pun akan mudah diterima oleh berbagai pihak sehingga benar adanya bahwa bursa karbon Indonesia merupakan momentum ‘batu loncatan’ dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia atau bahkan dunia. 

 

A Closure

Secara keseluruhan, perubahan iklim menjadi isu krusial yang memicu upaya global dalam mengurangi emisi karbon dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Perubahan energi menjadi kunci utama dalam transisi menuju masa depan yang berkelanjutan. Bursa karbon menjadi salah satu mekanisme perdagangan yang diadopsi untuk mencapai tujuan ini dengan prinsip kompensasi antara negara-negara penghasil karbon dan yang berhasil mengurangi emisi karbon. Potensi perdagangan di bursa karbon tampak menjanjikan sejalan dengan transisi energi global. 

Bursa Karbon Indonesia memiliki dua mekanisme yaitu Allowance Market dan Offset Market. Allowance Market menggunakan cap-and-trade di mana badan usaha memiliki batasan izin emisi. Sedangkan Offset Market berfokus pada Sertifikat Pengurangan Emisi-Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) dari proyek pengurangan gas rumah kaca. Terdapat empat fitur perdagangan IDX Carbon meliputi Auction, Regular Trading, Negotiated Trading, dan Marketplace. Namun, reaksi terhadap bursa karbon ini beragam. Bagi mereka yang mendukung melihatnya sebagai langkah maju menuju net-zero emission, mendorong inovasi teknologi hijau, dan meningkatkan devisa negara. Namun, lembaga seperti Walhi, Greenpeace, dan kelompok masyarakat lainnya menilai perdagangan karbon sebagai alat untuk melegitimasi kerusakan lingkungan dan masyarakat adat serta akan hanya menjadi ladang cuan bagi para perusahaan penghasil karbon.  

Konsep ini juga terhubung dengan prinsip hukum Islam yang Rahmatan lil Alamin, dimana di dalamnya mencakup keadilan dalam kompensasi terhadap dampak yang ditimbulkan. Sebagian menyatakan kaidah fiqih man yulawwith fadfa’  menuntut kompensasi atas dampak buruk yang dihasilkan, sesuai dengan bursa karbon yang menawarkan sertifikat karbon sebagai ganti rugi. Hal ini juga menunjukkan bahwa solusi untuk isu perubahan iklim dapat ditemukan dengan memadukan prinsip-prinsip agama dan upaya nyata untuk mencapai keberlanjutan lingkungan yang menjadi tanggung jawab bersama umat manusia. Perbandingan dengan bursa karbon di negara lain menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah berhasil meluncurkan bursa karbon lebih cepat, tetapi tetap masih tertinggal dalam hal angka volume transaksi. meskipun demikian, pemerintah tetap optimis bahwa Indonesia dapat menjadi poros karbon dunia dengan menerapkan serangkaian kebijakan tertentu.

 

Daftar Pustaka

Abror, Muhammad (2021, September 9). Kiai Afifuddin Muhajir: Perdagangan Karbon Sah Secara Fiqih. Diakses dari https://www.nu.or.id/nasional/kiai-afifuddin-muhajir-perdagangan-karbon-sah-secara-fiqih-yOjCc

BCX Malaysia, 2023.  https://bcx.bursamalaysia.com/web

Centre for Strategic and International Studies. (2023, Februari). Arah Kebijakan dan Pemetaan Pemangku Kepentingan Menuju Dekarbonisasi Ekonomi Indonesia.

Greenpeace Indonesia (2023, september 29) Boikot Perdagangan Karbon, Hentikan Pelepasan dan Pembongkaran Emisi, dan Percepat Pengakuan Wilayah Adat serta Wilayah Kelola Rakyat!. Diakses dari

https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/57209/boikot-perdagangan-karbon-hentikan-pelepasan-dan-pembongkaran-emisi-dan-percepat-pengakuan-wilayah-adat-serta-wilayah-kelola-rakyat/?utm_term=&utm_campaign=GPTH-Drive+Traffic+:+Dynamic+Ad&utm_source=adwords&utm_medium=ppc&hsa_acc=2641717568&hsa_cam=18316300486&hsa_grp=136380207810&hsa_ad=621355663851&hsa_src=g&hsa_tgt=dsa-19959388920&hsa_kw=&hsa_mt=&hsa_net=adwords&hsa_ver=3&gad_source=1&gclid=Cj0KCQiAhc-sBhCEARIsAOVwHuRVVeEnKfNfhRVVwjQ7hqEpAnilQEY0EvAOnmMqV4w64sMLZIec_0saAqfXEALw_wcB

IDXCarbon, 2023.https://idxcarbon.co.id/

KLHK. (2023, Oktober 11) Perdagangan Karbon Untuk Pencapaian Target NDC, Kontribusi Indonesia Bagi Agenda Perubahan Iklim Global. Diakses dari https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7443/perdagangan-karbon-untuk-pencapaian-target-ndc-kontribusi-indonesia-bagi-agenda-perubahan-iklim-global

https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi-hijau/5f649c96f2b9a/potensi-bisnis-jual-beli-karbon-ri-siapa-diuntungkan 

Puspaningtyas, Lida. (2023, September 1) Apakah Indonesia akan Ikuti Jejak Malaysia Luncurkan Bursa Karbon dengan Prinsip Syariah?. Diakses dari https://sharia.republika.co.id/berita/s0b055502/apakah-indonesia-akan-ikuti-jejak-malaysia-luncurkan-bursa-karbon-dengan-prinsip-syariah 

Setiawati, susi. ( 2023, September 16) Sepanjang 2023 Dunia Panas Bak Neraka, Ini Penyebabnya. Diakses dari  https://www.cnbcindonesia.com/research/20230916115625-128-473012/sepanjang-2023-dunia-panas-bak-neraka-ini-penyebabnya 

Suryani, Anih. 2023. Menyongsong Implementasi Bursa Karbon di Indonesia. Info singkat. 15(11), 1-4. Syamsudin, Muhammad. (2021, September 20). Trading Karbon dalam Pandangan Islam. Diakses dari https://el-samsi.com/trading-karbon-dalam-pandangan-islam/