Skip to content

IBEC FEB UI

Home » Artikel » “Haji dan Umrah! Apa kabar?” Menilik Haji dan Umrah di Masa Covid-19

“Haji dan Umrah! Apa kabar?” Menilik Haji dan Umrah di Masa Covid-19

  • Inspire

Oleh: Errielle Claire H. (Ilmu Ekonomi Islam 2020), Wakil Kepala 1 Departemen Penelitian IBEC FEB UI 2022

Latar Belakang

Covid-19 yang bermula sebagai penyakit lokal di Wuhan, Cina pada bulan Desember 2019 (WHO, 2020) telah melonjak menjadi pandemi dan menyebabkan krisis kesehatan global yang serius dengan konsekuensi yang tak terbayangkan. Sektor-sektor yang terdampak dari pandemi bukan hanya ekonomi dan sosial, namun juga meliputi sektor keagamaan secara global. Seluruh kegiatan ekonomi, sosial, dan keagamaan yang membutuhkan pertemuan fisik telah dihentikan dan dialihkan menjadi kegiatan online. Dari beberapa ibadah yang mengharuskan adanya pertemuan fisik, haji dan umrah merupakan dua kegiatan ibadah yang akan ditinjau pergerakannya selama pandemi di dalam penelitian ini.

Haji yang merupakan rukun Islam kelima, adalah kegiatan ibadah wajib bagi para Muslim yang memenuhi syarat, sedangkan Umrah adalah kegiatan ibadah yang disarankan dan sering digambarkan sebagai haji kecil. Baik haji maupun umrah, harus dilakukan secara fisik di Masjidil Haram, di antara tempat-tempat suci di Mekah, Arab Saudi, yang tentunya menghasilkan kerumunan besar jemaah. Maka dari itu, seperti seluruh jenis aktivitas fisik yang telah dihentikan, kegiatan haji dan umrah pun juga ditunda pelaksanaannya. Hal inilah yang menjadi cikal bakal bagaimana pandemi juga dapat menciptakan krisis agama. Fakta bahwa penundaan haji dan umrah dapat mengarah pada krisis agama dapat diamati dengan memahami betapa pentingnya kegiatan keagamaan bagi seorang Muslim. Pada dasarnya, haji dan umrah adalah keinginan lebih dari 1,6 miliar umat Islam di dunia dan seluruh Muslim perlu melakukan perjalanan ke Mekah untuk melakukan ibadah haji sekali dalam hidup mereka, hal inilah yang menjadi inti dari masalah penundaan pelaksanaan haji dan umrah. Peristiwa ini telah dipandang sebagai insiden yang luar biasa dalam sejarah modern.

Namun, setelah ditinjau lebih jauh, penundaan pelaksanaan ibadah haji tidak hanya menimbulkan krisis agama, tetapi juga krisis sosial, ekonomi, dan psikologis. Krisis sosial dapat terjadi karena penundaan ini menyebabkan banyaknya dan panjangnya antrian calon jemaah untuk menerima kuota haji di masing-masing negara. Para calon jemaah ini dapat membentuk backlog (antrian porsi haji) pada kuota haji bersama dengan para jemaah yang ditunda pelaksanaan hajinya pada tahun ini. Sementara, krisis ekonomi dapat terjadi pada sistem manajemen haji di masing-masing negara. Penyedia layanan haji mungkin telah memakai uang yang dibayarkan oleh calon jemaah untuk layanan yang akan dinikmati oleh mereka di Arab Saudi nantinya. Namun, jika ternyata pelaksanaan haji ditunda dan tidak ada pengembalian dana dari penyedia layanan di Arab Saudi kepada penyedia layanan haji lokal, mungkin sulit bagi penyedia layanan haji lokal untuk mengembalikan uang kepada para jemaah. Selanjutnya, krisis psikologis dapat terjadi pada para calon jemaah haji. Mengingat bahwa haji merupakan rukun Islam yang kelima dan merupakan ibadah wajib yang dilakukan oleh sebagian besar orang dengan menggunakan tabungan seumur hidup, maka dengan adanya penundaan ketika para calon jemaah telah mempersiapkannya dengan sepenuh hati, membuat mereka bersedih hati. Hal ini diperparah oleh sebagian besar jemaah lansia yang terkena dampak ditambah dengan ketidakpastian kapan mereka bisa melakukannya.

Berbeda dengan haji, dampak penundaan pelaksanaan umrah lebih ringan dibandingkan dengan penundaan haji. Hal ini dikarenakan umrah dapat dilakukan sepanjang tahun, sementara haji hanya dapat dilakukan selama waktu yang telah ditentukan dalam setahun sesuai dengan kalender Islam. Lalu, haji bersifat wajib dan merupakan ibadah yang dilakukan sekali seumur hidup, sementara umrah merupakan kegiatan ibadah yang sangat dianjurkan. Namun demikian, mungkin terdapat beberapa implikasi ekonomi, baik pada haji ataupun umrah, jika pembayaran yang telah dilakukan oleh para calon jemaah untuk perjalanan haji ataupun umrah tidak dikembalikan. Ini bisa jadi karena masalah likuiditas dengan penyedia layanan haji yang tidak bisa mendapatkan pengembalian dana pembayaran yang telah mereka lakukan kepada penyedia layanan di Arab Saudi.

Tujuan dan Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk fokus terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pandemi terhadap Haji dan Umrah dengan menelusuri berbagai stakeholders yang terdampak. Penelitian ini merupakan library-based study yang menerapkan metode kualitatif untuk mengeksplor dampak Covid-19 pada haji dan umrah. Selain itu, digunakan juga landasan-landasan yang bersumber dari Al-Quran dan hadist sebagai data primer, serta juga dilakukan peninjauan pedoman dan instrumen yang ditetapkan oleh regulator Haji dan berbagai data sekunder yang relevan seperti artikel, buku, surat kabar, dan sumber web yang mencakup pandangan ilmiah dan agama tentang topik yang diteliti.

Pembahasan Temuan

Di masa Pandemi Covid-19, kegiatan ibadah haji dan umrah menjadi satu dari banyak hal yang diperhatikan karena kegiatan haji dan umrah melibatkan pertemuan besar yang menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan penyebaran Virus Covid-19. Maka dari itu, dampak Covid-19 pada haji dan umrah dimulai dengan adanya pengumuman penundaan pelaksanaan haji dan umrah pada bulan Februari dan Juli 2020 untuk seluruh penduduk non-Saudi terlepas apapun kebangsaannya (Saudi Gazette, 2020b; Aljazeera, 2020b). Tidak hanya itu, dampak Covid-19 terhadap haji juga terimplikasi pada peraturan-peraturan baru, yakni dengan adanya; social distancing sebesar 1,5 – 2,0 m, tidak diperbolehkan untuk menyentuh dan mencium Ka’bah dan Hajar Aswad, serta hanya boleh menggunakan kerikil yang telah disediakan dan telah disterilkan untuk kegiatan melempar jumrah.

Jika kita melakukan kilas balik ke sejarah beberapa wabah yang pernah memengaruhi kegiatan haji dan umrah, dapat diketahui bahwa penundaan pelaksanaan haji dan umrah merupakan tindakan preventif yang diterapkan oleh beberapa negara untuk melindungi warganya sejak dulu. Sebagai contoh, selama Pandemi H1N1 2009, Mesir adalah negara Arab pertama yang menyatakan bahwa haji dan umrah dapat menjadi ancaman bagi kehidupan warganya. Begitu juga Oman yang mengeluarkan peringatan bagi kelompok yang memiliki risiko tinggi  untuk menunda pelaksanaan haji. Kemudian, Indonesia juga menyarankan warganya yang berusia 65 tahun ke atas untuk menghindari pergi haji. Demikian pula Iran yang menghentikan seluruh penerbangan ke Arab Saudi selama puncak musim umrah sebagai tindakan pencegahan. Lalu diikuti oleh Tunisia yang melakukan penundaan pelaksanaan umrah dan haji secara bertahap (Ebrahim et al., 2009, hal. 938).

Covid-19 telah menyebabkan penundaan pelaksanaan haji dan umrah bagi umat Islam di seluruh dunia kecuali mereka yang berada di Arab Saudi. Hal ini merupakan dampak buruk yang dapat melibatkan sektor agama, sosial, ekonomi dan psikologis pada individu, entitas swasta dan publik di antara para stakeholders haji dan umrah seperti yang dibahas di bawah ini.

  • Dampak Keagamaan

Sebagai ibadah, haji adalah rukun Islam yang wajib dilaksanakan dan umrah adalah ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam. Dengan begitu, apabila terdapat penundaan atau penghentian haji dan umrah, meskipun untuk sementara, dapat mempengaruhi sentimen keagamaan umat Islam. Sentimen itu tersulut di sebagian besar individu yang memiliki perasaan bahwa mereka dihentikan dari menjalankan kewajiban agama. Hal ini terjadi saat seseorang tidak menyadari tentang penekanan Islam terhadap perlindungan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan kesadaran tentang aspek tersebut dan membuat masyarakat memahami bahwa perlindungan kehidupan seseorang (hifz al-nafs) adalah salah satu maqashid al-Syariah (tujuan syariah) yang sangat penting. Selain itu, juga penting untuk menekankan beberapa hal di bawah ini:

  1. Maqasid Syariah tentang perlindungan kehidupan yang mengacu pada Q.S. Al-Baqarah:195 di mana Allah (SWT) berfirman: “… dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri.” 
  2. Maslahah (kepentingan umum), dengan mengacu pada pepatah Islam yang mengatakan: “Tindakan seorang penguasa atas rakyatnya terikat pada maslahah.”
  3. Islam menyerukan untuk menghindari dan mencegah bahaya. Prinsip ini didasarkan pada penggunaan dua prinsip hukum Islam berikut: “Tidak boleh ada bahaya atau timbal balik bahaya” dan “Mencegah bahaya diprioritaskan untuk mencapai manfaat.”
  4. Perintah seorang penguasa wajib diikuti, berdasarkan Q.S. An-Nisa:59 di mana Allah (SWT) berfirman:

[Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. ]

  • Dampak Sosial

Pelaksanaan haji tidak hanya membutuhkan waktu menabung yang lama, namun juga memiliki daftar antrian kuota haji yang panjang di masing-masing negara. Maka dari itu, penundaan atau pembatalan haji bagi mereka yang sudah dijadwalkan untuk menunaikannya di tahun 2020 dapat menimbulkan backlog dalam sistem antrian kuota haji domestik. Tidak hanya itu, dampak dari pembatalan haji terhadap calon jemaah juga menimbulkan ketidakpuasan dan kepanikan, hal ini dikarenakan ibadah haji merupakan perjalanan agama sekali seumur hidup yang membutuhkan waktu yang lama untuk persiapannya. 

Hal ini dapat diilustrasikan dengan situasi seperti di Malaysia yang saat ini memiliki masa tunggu pendaftaran haji dengan Tabung Haji selama 89 tahun (The Sun Daily, 2017). Sementara di Indonesia, tepatnya di Jawa Tengah, pada tahun 2018 dilaporkan memiliki masa tunggu haji selama 21 tahun (The Jakarta Post, 2018), dan pada tahun 2016, dilaporkan rata-rata waktu tunggu haji di Indonesia adalah 37 tahun (Saudi Gazette, 2016). Oleh karena itu, backlog dalam sistem pasti akan mempengaruhi anggota masyarakat lainnya yang dapat menyebabkan lebih banyak ketidakpuasan. Maka dari itu, otoritas terkait perlu memperhatikan keadaan lokal dan mencoba untuk menyelesaikan ketidakpuasan ini dengan cara yang damai, adil dan transparan. 

  • Dampak Ekonomi

Titik berat dari dampak ekonomi dari penundaan umrah dan haji tentu dirasakan oleh sektor ekonomi Arab Saudi dan seluruh operator haji dan umrah yang telah membayar layanan yang akan diperoleh para calon jemaah haji nantinya. Di Arab Saudi sendiri, kini harga minyak tengah turun secara drastis. Kondisi tersebut menyebabkan pemerintah Arab Saudi berharap dapat menerima 30 juta jemaah haji setiap tahunnya sampai tahun 2030 (KPMG, 2020). Dengan begitu, jika Arab Saudi tidak dapat menerima jumlah pengunjung yang diharapkan, maka hal ini akan memengaruhi pendapatan pemerintah dan akan memukul ekonomi Arab Saudi (Chopra, 2020).

Hal tersebut dikarenakan sektor ekonomi Arab Saudi tidak hanya bergantung pada pendapatan industri minyak, tetapi juga bergantung pada pendapatan dari kegiatan haji dan umrah. Haji dan umrah menambahkan lebih dari US$12 miliar ke PDB Arab Saudi setiap tahun, menyumbang 20% dari PDB non-minyak dan 7% dari total PDB (TRT World, 2020). Demikian juga entitas bisnis seperti agen perjalanan, maskapai penerbangan, restoran, hotel, dan perusahaan telekomunikasi seluler mendapat banyak manfaat setiap tahun dari jemaah haji dan umrah. Kemudian, antara 25 dan 30% dari pendapatan pribadi orang-orang di sekitar Mekah dan Madinah berasal dari para jemaah haji dan umrah. Menurut BBC, haji menghasilkan sekitar $10 miliar pada tahun 2011 untuk ekonomi Arab Saudi (Khalife, 2020). 

Tidak hanya berdampak langsung ke sektor ekonomi, penundaan haji dan umrah juga memberikan dampak pada operator haji dan umrah. Hal ini dikarenakan setelah operator membayar layanan untuk kegiatan haji dan umrah menggunakan uang dari pembayaran yang dilakukan oleh klien mereka (calon jemaah), maka, ketika haji dan umrah ditunda pelaksanaannya, mereka tidak memiliki cukup uang untuk dikembalikan kepada tiap-tiap calon jemaah. Situasi ini bisa diilustrasikan dengan kasus yang dirujuk oleh Al-Sherbini (2020) di mana Hossam Khalaf, seorang operator tur di sebuah perusahaan perjalanan di Kairo yang terdampak oleh penundaan umrah karena Covid-19. Khalaf mengatakan kepada Gulf World bahwa calon jemaah mungkin kehilangan tabungan seumur hidup mereka tanpa memiliki alternatif untuk menabung banyak uang lagi dalam waktu yang singkat. Dilaporkan bahwa penundaan umrah merupakan kejutan besar bagi operator tur dan individu Muslim yang terkena dampak (Carlvalho dan Zainal, 2020). 

  • Dampak Psikologis

Hal-hal seperti pupusnya seluruh harapan untuk dapat menjalankan ambisi seumur hidup dan dapat mencapai peningkatan spiritual, diiringi dengan kebingungan dan ketidakpastian mengenai kapan mereka dapat melakukan perjalanan haji dan umrah dengan pasti, serta rasa keraguan yang menyelimuti mengenai apakah tabungan haji dan umrah mereka dapat dikembalikan karena penundaan pelaksanaannya, adalah beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi psikologis para calon jemaah yang terdampak. Bagi sebagian orang, berita pembatalan mendadak sangat mengejutkan dan menambah kebingungan bahkan kesedihan mereka. Begitu banyak hal yang terlintas dalam pikiran calon jemaah yang terdampak, apalagi bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Kesedihan yang dialami seseorang ditambah dengan rasa sakit yang disebabkan oleh ketidakpastian mengenai kapan mereka dapat melakukan umrah dan haji berikutnya dapat menyebabkan trauma yang berakhir depresi.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun haji dan umrah merupakan kegiatan ibadah, dampak yang ditimbulkan oleh pandemi terhadap haji dan umrah bukan hanya meliputi dampak keagamaan saja, tetapi juga dampak sosial, ekonomi, dan psikologis. Oleh karena itu, masing-masing pemerintah di negara-negara Muslim bersama dengan otoritas pengatur haji dan kementerian terkait haji dan umrah Arab Saudi perlu bekerja sama untuk menemukan solusi dari segala masalah yang muncul akibat tantangan yang diciptakan oleh pandemi. Dampak pembatalan haji 2020 pada orang-orang yang terkena dampak perlu dikelola dengan baik dan tepat waktu. Berikut ini adalah beberapa rekomendasi penanggulangan untuk sektor-sektor yang terdampak.

Sektor yang Terdampak Rekomendasi yang Diusulkan
Dampak Keagamaan Sentimen yang muncul akibat penundaan ibadah haji dan umrah dapat dihilangkan dengan menciptakan kesadaran di antara umat Islam tentang mengapa hal tersebut harus diambil sebagai tindakan pencegahan yang diperlukan di masa Pandemi Covid-19 serta memahami bahwa melindungi jiwa adalah bagian dari maqasid syariah.
Dampak Sosial Efek sosial yang dirasakan oleh para calon jemaah dapat dikurangi dengan adanya jaminan mengenai kapan mereka dapat melakukan haji, diiringi dengan diberikannya kepastian bahwa seluruh upaya mereka dalam mempersiapkan finansial dan mental untuk haji tidak akan sia-sia. Dalam hal ini, masing-masing negara perlu mengumumkan sesegera mungkin mengenai tindakan selanjutnya tentang kuota haji yang ditunda serta dapat memberikan titik terang mengenai backlog kuota haji agar seluruh jemaah dapat mengetahui penyesuaian baru akibat penundaan pelaksanaan haji sebelumnya.
Dampak Ekonomi Dampak ekonomi yang dihadapi oleh operator haji dan umrah di  negara-negara terkait dapat diredakan dengan intervensi pemerintah masing-masing negara. Dalam hal ini, pemerintah masing-masing negara perlu mengadakan pertemuan dengan pemerintah Arab Saudi dan mencari solusi tentang bagaimana situasi tersebut dapat ditangani tanpa menimbulkan kerugian finansial oleh operator tur dan calon jemaah yang telah membayar. Dalam skenario terburuk, pemerintah harus campur tangan untuk memberikan jaminan kepada calon jemaah bahwa mereka tidak perlu melakukan pembayaran tambahan untuk pergi ke haji dan umrah di masa depan.
Dampak Psikologis Untuk mengatasi dampak psikologis yang ditimbulkan oleh pembatalan dan penundaan haji dan umrah, sangat penting bagi pembuat kebijakan untuk mengumumkan secara jelas bagaimana pembatalan dan penundaan tersebut akan dikelola, serta memberi tahu calon jemaah yang akan pergi haji pada tahun 2020 bahwa mereka akan diprioritaskan. Lalu, dampak psikologis dapat diredam melalui penyuluhan agama pada individu yang terdampak bahwa Allah SWT akan memberikan pahala atas niat serta kegembiraan dan upaya meskipun tidak dapat diwujudkan menjadi haji. Individu yang terdampak harus memahami hal ini dengan maksud untuk memberi mereka kepuasan bahwa upaya mereka tidak sia-sia. Hal ini sejalan dengan Q.S. Al-Baqarah ayat 225.

Seringkali penyelenggaraan haji dan umrah dianggap sebagai ibadah sederhana yang hanya berimplikasi pada agama. Namun, sebagaimana dipahami dari penelitian ini, pengelolaan haji dan umrah bukanlah tugas yang mudah. Haji dan Umrah memengaruhi kehidupan banyak orang yang berniat untuk melakukan ibadah dan juga mereka yang memiliki mata pencaharian penyedia layanan dari kegiatan ini. Dengan ditundanya pelaksanaan haji dan umrah, pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan terkait harus dapat mengambil tindakan dengan tepat waktu untuk memastikan bahwa dampak pandemi pada haji dan umrah dapat dikelola dengan baik. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk menyadari dampak pandemi terhadap haji dan umrah serta langkah-langkah yang perlu diambil oleh pembuat kebijakan untuk dapat mengelola dampak pandemi pada haji dan umrah.

 

Referensi

Muneeza, A. and Mustapha, Z. (2021), “COVID-19: it’s impact in Hajj and Umrah and a future direction”, Journal of Islamic Accounting and Business Research, Vol. 12 No. 5, pp. 661-679. https://doi.org/10.1108/JIABR-02-2021-0062